Rabu, 27 Februari 2013
SEKARANG KITA BUTUH REVOLUSI BUKAN REFORMASI Oleh : Ricky Idaman SH.MH
Tahun 1999 awal reformasi bergerak kearah tuntutan terhadap terlaksananya pemerintahan yang bersih dan beribawa yang di terapkan dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) cita-cita para mahasiswa dengan menggerakan dan memotori gerakan perubahan pertama tahun 1998 yang lalu dapat mewujutkan bentuk pemerintahan yang bersih dan beribawa itu dengan murni dan konsekwen namun kenyataannya semakin menjadi-jadi perbuatan kejahatan terhadap Negara oleh para pejabat Negara terhadap bangsanya.
Nilai-nilai guguatan terhadap Bapak Pembangunan Soeharto atas dugaan Kolusi , Korupsi, Nepotisme (KKN) yang berlebihan hingga kita tega melupakan nilai-nilai kepahlawanan nya terhadap Negara, dengan menyiksa dirinya dan keluarganya sampai saat ini kita sangat alergi bila disebut nama tokoh pahlawan nasional bidang pembangunan itu.
Bila kita banding dengan kondisi sekarang beda masa lalu dengan masa sekarang kejahatan terhadap Negara dilakukan pejabatnya secara berjamaah secara terang-terangan oleh pengurus partai dengan memeras kader-kadernya yang mempunyai posisi di lembaga Negara seperti di DPR-RI / DPRD/ serta di lembaga kpresidenan (eksekutif) sehingga pejabat tersebut terdorong untuk melakukan KKN seperti kasus Bank Century melibatkan wakil presdiden Indonesia “ Boediono “ dan “ Sri Mulyani “ mantan mentri keuangan yang kini berada di IMF, Nazarudin, Anas Ubaningrum ketua Umum Partai Demokrat , Anjelina soendagh Kader Partai Demokrat di DPR_RI , Lufthi presiden Partai PKS , serta suswono mentri Pertanian yang juga kader Partai PKS dll hal ini membuktikan bahwa KKN itu sebagai budaya bangsa di awali masa pembangunan 1970 hingga sekarang ini semakin mengakar dan membumi di negri yang kaya raya.
Lebih lanjut juga mempengaruhi penentuan kedudukan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil baik pusat manupun daerah dalam menduduki jabatan structural,artinya apa bahwa jabatan kedinasan bukan lagi berdasarkan pengembangan karier PNS/PNSD namun kesanggupan cikal bakal pejabat mendukung kandidat hingga sukses mendapat posisi sebagai Presiden/wakil presiden maka pihak pendukung dari kader partai dapat diangkat jadi mentri dan wakil mentri bahkan menduduki jabatan eselon di kementrian bagi PNS/PNSD , Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota padahal PNS/PNSD /TNI/Polri tidak boleh terlibat politik praktis dengan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat, kenyataanya secara terselubung keterlibatan PNS/D jadi factor penentu dapat diangkat menjadi Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah ( SKPD) pengaruhnya juga terhadap kesempatan mendapat jabatan structural dan jabatan fungsional atau jabatan Kepala Sekolah / Kepala SKB dan jabatan lainnya yang anehnya pelakuknya tampak nyata dan oknumnya sulit di tangkap guna diberikan sanksi, siapa yang bilang tidak dia tergolong manusia sangat munafik, bentuk nyata paham kapitalisme telah merasuk kepada nilai-nilai Panca Sila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dengan kejadian yag sedemikian rupa maka apa yang kita perlukan untuk memperbaiki situasi Negara yang semakin terpuruk karena moral pejabat yang kian bangsat, teringat akan kata-kata Ploklamator kita “ Soekarno – Hatta “ revolusi kita masih panjang dan belum berakhir. Artinya apa kita perlu REVOLUSI bukan REFORMASI , lalu siapa yang akan mengawali semua itu..? jika masih dibiarkan seperti ini bangsa kita semakin terpuruk pejabat Negara kita terperosot semakin jauh kejalan sesat, kesenjangan hidup semakin tinggi, kejahatan pun semakin meraja lela, rakyat bangsa Indomesia semakin menderita dan kemelaratan kemiskinan semakin nyata dimata kita kian merata di bumi persada Indonesia, “ ayo kita gerakan revolusi..” babat habis kemurkaan para pejabat jahat, tegakan hukum, kita bangun persatuan kesatuan bangsa yang hakiki.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar