Sabtu, 28 September 2013

MASALAH PEMBERDAYAAN POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) oleh Ricky Idaman.SH.MH

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu: Pertama : adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta dan tahun 2010 mencapai 4,6 angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia angka ini akan melonjak dratis pada tahun 2020 nanti.Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang/pertahun . Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global. Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan -- tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional. kedua : Orang tidak bekerja atau pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. ketiga : Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara. Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas. keempat : Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia --baik yang berdomisili di kota maupun di desa-- menuju pada selera global. Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi menjadi semakin cepat karena "less papers/documents" dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin canggih. Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan tenaga kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha serta melandaskan strategi manajemennya dengan basis entrepreneurship, cost efficiency dan competitive advantages. kelima : Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis corporate. Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan. Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif atau mutu pendidikan. Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi. Kesimpulan Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang diciptakan pemerintah. Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahankan kekuasaan. Pemilu 1999 yang konon merupakan pemilu paling demokratis telah menciptakan oligarki politik dan ekonomi. Oligarki ini justru bisa menjadi alasan mengelak terhadap pertanggungjawaban setiap kegagalan pembangunan. Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan. Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut. Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam. Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.

Jumat, 27 September 2013

PERTANYAAN UNTUK SANG REFORMIS Oleh : Ricky Idaman.SH.MH

Pada tanggal 1-4 januari 1932 ada natulen rapat Kepandan Kebangsaan Indonesia (KBI) diambarawa brosur berwarna hijau yang berisikan kongres Indonesia raya dimana persatuan Partai-Partai Politik kebangsanaan Indonesia (PPPKI) di gedung nasional Surabaya sebelum 3 hari lepasnya Soekarno dari penjara belanda diende plores dan kemudian di pindahkan ke Bengkulu karena Partai PNI dapat larangan oleh Pemerintah Belanda partai ini intinya menyemangati “ keinginan untuk merdeka “ rapat tersebut di pimpin oleh DR.Soetomo. Hal ini juga didorong oleh semangat ajaran Raden Ajen Kartini yang mengadung nilai-nilai luhur “ zelf ontwikkeling dan zelf werkzaamheid “ artinya dengan swadaya belajar dan percaya pada diri sendiridan bekerja sendiri tanpa pengajar serta solidoritas, dengan azas dasarnya adalah Ketuhanan (relieusheid ) Kebijaksanaan dan keindahan (wijsheid en Schoonnheid) Menjelang penyerbuan nazi jerman di Nederland anggota praksi nasional Wiwoho Purbohadidjoyo menyaran agar ada permbakan dalam ketatanegaraan kerajaan belanda ada kemungkinan orang Indonesia yang masuk kedalam system pusat pemerintahan di negeri belanda kemudian mosi itu kenal dengan “ Mosi Wiwoho “ pemerintahan belanda menolak dengan alas an bangsa Indonesia belum matang. Keberhasilan GAPI pada tanggal 23-25 Desember 1939 berhasil mengadakan rapat terbuka yang di pimpin oleh Mr.Sartoeno sekalipun ada kontra versi pers putih dan pers belanda untuk mendirikan Negara dalam Negara (staat in de staat ) kongres itu berhasil dengan selamat. Hasil rapat tersebut di tolak oleh pemerintahan belanda atas seruan “ indnesia berpalemen “ sekalipun ada yang pro dan ada yang kontra. Kemudian tanggal 10 Mei 1940 berlaku undang-undang kekuasaan militer (darurat perang) berlaku di seluruh indonesia dengan alas an negeri beanda di duduki nazi jerman dan ratu serta cabinet belanda melarikan diri ke negri ingris rapat bersifat politik (staatkunding) dilarang maka rapat ini dilakukan secara tertutup dan hasil rapat ajib diberitahu kepada yang berwajib. Jika dibandingkan dengan penjajahan Ingris di India tampak bahwa pemerntah Ingris dan dan masyarakat india merespons keinginan masyarakat india untuk mengambil prakarsa dengan pergerakan rakyat india, halini sangat disesalkan oleh para pejuang kebangsaan Indoesia saat itu. Pada hal keadaan Negara belanda sudah sangat genting namun tetap berusaha untuk mengajak kompromi pada 14 februari 1941 GAPI kemudian diundang untuk menghadari pertemuan komisi Visman di gedung “ Raad Van Indie Jakarta ( gedung Panca Sila di Pejambon) sekarang ini. Kepicikan Pemerinahan belanda dengan menolak (staat in de staat) membuat para politikus Indonesia tidak mendukung upaya pemerintah belanda dalam pertahanan nya yang disebut dengan American,British, China,Dutch East Indies ( ABCD-Front) Kemudian sejarah membuktikan bahwa kedatangan team ekonomi jepang ke daerah India belanda ini adalah perbuatan memamata-matai kedudukan belanda di india belanda dengan tiga tujuan utamanya yakni : 1. Mendapatkan Minyak Bumi lebih banyak dari Pemerintahan India belanda sebelumnya. 2. Bila terjadi perperangan maka kilang-kilang minyak tersebut harus dalam keadaan secara utuh tanpa ada kerusakan-kerusakan yang berarti. 3. Hindia belanda harus menjadi daerah terbuka terhadap penerimaan penetrasi jepang. Makna dari ketiga tesebut diatas untuk mengubah kata-kata India belanda menjadi Hindia Jepang jika syarat-syarat tersebut terpenuhi sebagai taget misi ekonomi jepang tersebut. Pemerintahan colonial belanda sudah merasa sangat lemah dengan keadaan seperti keitdak berdayaannyapun tidak pula diperkuat oleh keberadaan pergerakan perjuangan masyaraatIndonesia saat itu, maka tersirat kata-kata dalam teks Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “ dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kepintu gerbang negara Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “ Tanggal 9 Maret 1942 berakhirnya kekausaan colonial belanda di India belanda (Indonesia) halmembatas uang gerak perjuangan kemerdekaan dikenal dengan perang Asia Timur raya melawan sekutu. Kemudian jepang membebaskan para ejuang kemerdekaan Indonesia seperti Bung Karno dan lain-lainnya. Namun perbuatan penjajahan Jepang sangat menyakitkan bagi bangs Indonesia sekalipun hanya berlasung 3,5 tahun lebih menyakitkan disbanding penjajahan belanda yang mencapai 3,5 abad lamanya. Hal ini membuat bangsa Indonesia memberontak dan kita kenal perjuangan tentatara Peta yang memberontak di Blitar Jawa Timur dipimpin oleh Shodanco Supiadi dan pergerakan perjuangan kemerdekaan lainnya di daerah seluruh Indonesia. Hasil perjuangan ini membuahkan hasil yang cukup baik dimana pada tanggal 1 juni 1945 berhasil bernegosiasi dengan pemerintahan militer jepang dengan terbentuknya Badan Penyedikan Persiapan Kemeredekaan Indoesia (BPPKI) dengan merumuskan dasar berdiri nya Negara hasil di putuskan “ PANCA SILA “ dalam bahasa jepangnya adalah “ Dokaritzu Zyumbi Tjo Sakai “ Maka dapat disimpulkan pada bagian masa penjajahan belanda perjuangan kita bangsa Indonesia merupakan perjuangan diplomasi politik yang telah memberikan sumbangsih serta kontribusi yang sangat besar terhadap cita-cita kemerdekaan secara hakikatnya dengan menumpukan kepada strategi menggunakan kesempatan dan peluang untuk memerdekakan diri dari kondisi para penjajah saat itu bukanlah perjuangan fisik semata yang menjadi dominanya. Namun kita harus kembali melihat sampai dimana nlai-nilai perjuangan ini menjadi atspirasi dalam upaya mempertahankan kemerdekaan tersebut secara nyata. NILAI-NILAI PERISTIWA PASCA 17 AGUSTUS 1945 Oleh : Ricky Idaman.SH.MH Dari Proklamasi kemerdekaan Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945 hingga pergerakan perperangan di daerah-daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil intervensi asing terhadap NKRI ini membuat bangsa kita terlambat maju memamfaatkan kemerdekaan ini untuk membangun bangsa ini lebih baik kedepannya ini sebuah catatan penting bagi bangsa Indonesia dimana selama ini kita masih dikotak-katikan oleh pihak asing dalam menyelenggarakan Negara ini dengan masukankan paham-paham dan idealism dimana intinya akan mengubah dasar Negara dan Pembukaan UUD 1945 serta UUD 1945 dengan tujuan satu arah yakni “ kekuasaan” dalam keberadaan kelompok atau perseorangan dalam ketatanegaraan dengan pola demorasi terbuka serta penegakan Hak Azazi Manusia (HAM). Ada tiga masa dekade perebuan kekuasaan di Indonesia yang terdiri dari sebagai berikut: 1. Masa Orde Lama dibawah kepemimpinan Soekarno ( Nasakom ) 2. Masa Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto ( Wawasan Nusantara ) 3. Masa Reformasi ( Pemerintahan Demokratis dan Penegakan HAM ) a. Presiden/tanpa wakil presiden Prof.DR.Bj.Habibie b. Presiden/wakil Presiden Abdul Rahman Wahid/Megawati Soekarno Putri c. Presiden/Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri
d. Presiden/Wakil Presiden Soesilo Bambang Yudhiono/Yusuf Kala e. Presiden/Wakil Presiden Soesilo Bambang Yudhiono/ Boediono Dapat disimpulkan dari pembahasan tersebut diatas maka kita akan berpikir lebih jauh apakah kita akan melakukan pergerakan baru lagi dapat kita gambarkan “ Revolusi “ dimana Bapak proklamator pun sering mengatakan “ Revolusi kita belum berakhir “ lalu bagaimana kita menyingkapi semua yang terjadi setelah pasca kudeta “Soeharto“ 1998 yang di motori oleh “ Amin Rais “ dengan meletakan gelar intelektual bagi mahasisiwa berhasil menghasut mengadu-domba mahasiswa dengan pemerintahan yang sah di NKRI ini melalui gerakan mahasiswa nya dengan melahirkan istilah “ Masa Reformasi ” yang secara nyata mengabrakabrik nilai-nilai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni “ Panca sila “ dan dasar hukum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia “ UUD 1945” terdiri 16 Bab dan 37 pasal mengatur secara umum pola hidup berkehidupan bernegara yang dituangkan dalam penyelenggraan nya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dibuat dan disahkan oleh Badan Legislatif. Namun setelah diamondemen sebbanyak 4 kali hasilnya apa Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin tak terarah dalam penyelenggaraan kenegaraannya dimana melahirkan raja-raja kecil didaerah melebih kekuasaan pemerintahan pusat yang di pimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Sudah sepantasnya kita minta pertangungjawaban dari semua ini pada Amin Rais sebagai sang “ Propokator “ reformasi 1998 yang lalu sampai dimana dia mampu bertangungjawab atas kemerosotan moral anak bangsa ini, dimana telah merusak citra dan kehormatan bangsa NKRI ini sebagai bangsa yang berbudaya menjadi bangsa yang tidak bermoral, arogansi tinggi, ambisi berkuasa tidak/kurang terkendali.

Rabu, 04 September 2013

ARTIKEL PEDEKATAN KOSEPSIONAL PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI 0LEH RICKY IDAMAN SYARFI. SH.MH NO.BP. 04.211.016 PROGRAM PASCASARJANA ( P P S ) UNAND P A D A N G 2 0 0 8 PEDEKATAN KOSEPSIONAL PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pengertian Korupsi Bila kita merujuk kepada nilai-nilai filosofis yang di kemukan oleh W.Fredmann it is charateristik” empiris m”as a philosohical tradion, to assumme that we have cariteria of evidence, or that we cancriteria, or to refer to this souce an this determine what is that we can’not artinya adalah karakteristik empiris merupakan bagian darei tradisi mempunyai asumsi pandangan kita terhadap kriteria perkara (kejadian) ini juga kita lihat sumber yang menentukan, apakah ini dimaknai pembenaran. Van Hamel, de reojel nulum deliktum enz, verbintedt dear, voor zooverzizij leiden zoon,neit alien fot wit breiding van deijdere of fot licprere straafbaar streling van welke bandeling yang artinya adalah : Peraturan tentang nulum deliktum dan selanjutnya melarang penggunaan penafsiran secara analogis, karena akan memperluas banyak delik-delik yang telah ditemukan oleh Undang-undang dapat menjurus memperberat atau lebih meringan hukuman yang dapat dijatuhkan bagi pembuat maupun dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Terdapat perbedaan antara hukum formal yang dikeluarkan Penguasa (hukum positif) dengan hukum yang berlaku ditengah tengah masyarakat (living law) pembedaan ini disebabkan oleh pengaruh kemajuan tehnologi serta sifat bentuk perkembangan manusia berlaku dalammasyarakat itu sendiri bergerak dari masa kemasa. II. Latar belakang terjadinya Korupsi, Kolusi, Nepotisme ( KKN) Terjadinya Korupsi, Kolusi Nepotisme (KKN) di negara berkembang atau sedang membangun suatu hal menurut pengamat sosial seperti bevhil dari ingris suatu hal yang lumbrah terjadi, tapi yang paling penting tindakan tersebut merugikan orang banyak atau atau hanya sekelompok tertentu. Secara ilmu sosial kita dapat memperhitungkan bahwa korupsi itu bukan saja yang buruk yang akan di munculkannya tapi juga ada unsur baik dari bentuk yang diperlihatkan. Suatu contoh dari konsep pembangunan daerah bila suatu proyek yang dilaksanakan dari suatu perencanaan umum pembangunan yang di tuangkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota ( RUTK) dimana mendapat halangan dalam pelaksanaannya sehingga pihak pemerintah harus melaksanakan sesegera mungkin karena terkait dengan batas pencairan dan pengunaan dana untuk satu tahun anggaran maka hal ini perlu mengambil kebijakan politik pembangunan dengan segala macam usaha dan upaya agar penantangan oleh masyarakat dapat teratasi, dengan prinsip tujuan pembangunan tercapai dengan baik dan sukses. Suatu contoh yang dilaksanakan tersebut diatas perbuatan korupsi diperlukan dimana pihak pemerintah harus manipulasi data, serta biaya yang dikeluarkan dalam proses pelaksanaan proyek guna mencapai suatu tujuan umum pembangunan yang telah di gariskan oleh pemerintah sebagai pelaksana pembangunan daerah untuk kepentingan umum. Korupsi adalah konsep yang berkembang dalam penyelenggaraan sistem ketata negaraan paling banyak terjadi dinegara berkembang atau sedang membangun seperti Indonesia. Pengertian umum sescara ilmu sosial mempunyai makna “ Penyalah Gunaan Kewenangan “ ada juga yang mengungkapkan “ penyalah gunaan kekuasaan “ menurut bevhil dalam bukunya pembangunan di negara berkembang menyatakan bahwa korupsi ini suatu kejadian yang selamanya tidak merugikan karena kita harus melihatnya dengan dua kaca mata yang berbeda, kaitan dengan kepentingan-kepentingan secara empiris. Bila kita melihat secara normatif memang ada kesan yang kurang menyenangkan terutama bagi kalangan dijadikan objek dan subjek kebijakan pemerintah, secara empiris kita harus melihat dan mengamati tentang dampak atau imbas yang dihasilkannya dalam berangkat dari teori mampaat dan daya guna dengan ukuran pembenaran dimata hukum sosial (hukum kemasyarakatan ) Dalam kaca optik hukum melihat korupsi dalam bentuk lurus tanpa bias cahaya yang terjadi dalam prosesnya, sehingga korupsi dijadikan suatu hal yang sangat menakutkan bagi pejabat atau petugas yang diberikan wewenang dalam pembangunan negara, oleh pejabat yang berwenang, sedikit banyaknya akan berpengareuh terhadap pelaksanaan pembangunan terkait dengan waktu pelaksanaan pembangunan tersebut sesuai dengan ketentuan mata anggaran proyek. Bila kita melihat secara konsepsi hukum dimana maksud dan tujuannya untuk mewujutkan rasa keadilan dengan arah kesejahteraan masyarakat,masih perlu di kaji ulang sehingga tidak ada yang dirugikan. III. Kewenangan Peradilan dan hak tersangka Berdasarkan kepada Undang-undang Nomor.35 Tahun 1999 tentang ketentuan pokok-pokok kekuasaan kehakiman maka kekuasaan kehkiman di indonesia dalpat diabagi atas beberapa bagian utama yakni sebagai berikut ; 1. Kewenangan pengadilan tingkat pertama a. Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang mengadili perkara dilingkungan wilayah kerja menurut ketentuannya dalam wilayah hukum Kabupaten/Kota. Kewenangan dalam menjalan fungsi dan tugasnya dibatasi dengan kekuasaan bidang,peradilan umum termasuk tindak pidana khusus yang terdiri dari penyalayalahgunaan narkoba,fisiotrafika, dan Tindak Pidana Korupsi. a. Kewenangan Peradilan Tingkat II Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tingkat kedua yang mengadili perkara dilingkungan wilyah kerja menurut ketentuannya dalam wilayah hukum Provinsi, merupakan lembaga pembanding pitusan hakim Pengadilan Negeri Kewenangan dalam menjalan fungsi dan tugasnya dibatasi dengan kekkuasaan bidang,peradilan umum termasuk tindak pidana khusus yang terdiri dari penyalayalahgunaan narkoba,fisiotrafika, dan Tindak Pidana Korupsi. c. Kewenangan Peradilan tingkat. terakhir Makamah Agung Makamah Agung adalah pengadilan tingkat terakhir yang mengadili perkara dilingkungan wilyah kerja menurut ketentuannya dalam wilayah hukum seluruh Indonesia, didasarkan kepada upaya hukum yang telah dilaksanakan dari tngkat bading, kemudian di tingkat makamah agung disebut dengan kasasi. Kewenangan dalam menjalan fungsi dan tugasnya dibatasi dengan kekkuasaan bidang,peradilan umum termasuk tindak pidana khusus yang terdiri dari penyalayalahgunaan narkoba,fisiotrapika, dan Tindak Pidana Korupsi. Yang termasuk dalam peradilan umum adalah bagian-bagian ketentuan hukum sebagai berikut ; a. Hukum Perdata Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur tentang hubungan perseorangan dengan perseorangan, dan kelompok orang atau pemerintah berdasarkan kepada ketentuan aturan terkait dengan hak yang harus dimiliki (onderschinkking) Dalam keperdataan hal yang paling mendasar adalah pemberdayaan dan pemamfaatan sumber hukum dari segala macam sumber hukum bahkan para pihak bisa membuat hukum sendiri seperti yang diungkapkan oleh E. Utrech " perjanjian adalah suatu hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian “ dalam hukum perdata sanksi yang dijatuhkan terhadap para pihak tidak bisa diberikan sanksi penjara, kecuali ada unsur/dalih tindakan-tindakan berbentuk perbuatan tindakan pidana seperti pemaksaan, penipuan, dengan dalih perjanjian. b. Hukum Pidana Menurut pendapat Von Savigny, hukum adalah kepribadian suatu bangsa, bila suatu bangsa tidak lagi taat kepadsa hukum maka bangsa tersebut kehilangan pribadi. Dalam kontek hukum pidana pada intinya adalah suatu perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan dimana konsepnya adalah menkondisikan sifat yang tidak menyenangkan, membahayakan, mengancam bagi orang lain hal ini merupakan sifat melawan hukum. Materi pokok yang terkandung dalam hukum pidana (1) menetukan perbuatan yang tidak bole dilakukan disertai dengan ancama-ancaman (2) menentukan kapan dan dalam apa kepada mereka yang telah melanggar larangan dapat dikenai/dijatuhkan sanksi (3) menetukan bagaimana pengenaan pidana itu dilaksanakan apabila orang telah disangkjakan telah melanggar larangan. Ketegasan dalam ketentuan penetapan hukum dimuat dalam pasal 1 ayat 2 bahwa tentang perbuatan tidak menepati janji dimana intinya adalah sebagai berikut (1) tidak menepati janji (break of trust) tidak membayar hutang merugikan masyarakat, perbuatan ini tidak dituntut berdasarkan hukum pidana, tetapi dilakukan dengan gugatan perdata (2) Ukuran perbuatan melawan hukum dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana adalah kebijakan pemerintah dipengaruhi berbagai faktor dalam bentuk kerugian besar bagi masyarakat, sebagai pertimbangan terhahadap pelaku adalah hal yang menyangkut dalih pembenar dan terkait dengan dalih pemaaf, namun hal ini tidak menpengaruhi tindak pidana yang dilakukannya. Penentuan perbuatan yang dipandang tindak pidana dianut dalam (1) azaz legalitas (principle of legallity) dimauat dalam pasal 1 ayat 1 Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (2) barang siapa yang melakukan dikenakan sanksi pidana, dan tidak akan dikenakan sanksi pidana apabila tidak melakukan kesalahan (3) Azaz hukum deliktum nula poena sine pravia lege artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ada yang mengatur sebelumnya. Hubungan dengan konsepsi penyelesaian penyelesaian dalam tindak pidana secara umum didasarkan kepada beberapa azaz yakni ; (1) Alasan Pembenar, yaitu alasan yang akan mengapus sifat melawan hukum perbuatannya sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa menjadi perbuatan yang patut (2) Alasan Pemaaf, yaitu alasan yang mengapuskan kesalahan terdakwa, tapi perbuatan yang dilakukan tetap dinyatakan tindak pidana (3) Alasan Pengapus penuntutan yakni suatu alasan yang mempunyai dasar alasan pembenar dan alasan pemaaf. Hal ini dikaitkan dengan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan pemecahan dari tindak pidana yang ditetapkan dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP) telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi , Kolusi, Nepotisme. III. Ketentuan Umum Pidana Korupsi Pada Undang-Undang Nomor:20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat.1 ke-1 unsur-unsur dakwaan majeleis hakim terhadap tersangka/terdakwa dsalam pidana korupsi adalah: a. Setiap orang ; Pemaknaan setiap orang menurut ketentuan ini adalah perseorangan yang dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan tuindakan yang menurut hukum adalah suatu perbuatan melawan hukum. b. secara melawan hukum ; Pemahaman secara melawan hukum tindakan yang dilkarang oleh hukum dipandang dari sisi hukum acara (formil) atau melawan ketentuan aturan yang di tetapkan (materil) Pada pasal 44 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menekan bahwa sikap ketidak mampuan betangungjawab tidak dapat dikenakan sanksi pidana, dihubungan dengan teori menetralisir dari konsep J.Vonkies kejadian yang menutut jalan peristiwa dapat mampu memberikan sebab elanjutnya dihubungan dengan konsep indivialisir suatu rangkaian syarat-syarat tidak dapat dihilangkan untuk timbul suatu akibat dikenal dengan (condicio sine qua non) atau (theoryder mist wirk sme bengung) c. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ; Pemaknaan merugikan keuangan negara adalah tindakan yang bentuknya penyalahgunaan/penyimpangan anggaran dan tidak bisa dipertangunjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. d. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi ; Pemaknaan memperkaya diri adalah tindakan yang dilakukan masih dalam bentuk penyalahgunaan anggaran untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu koorporasi. Perseorangan ; IV. Aspek Tindak Pidana Korupsi Lain Pemaknaan dari turut melakukan adalah ikut serta bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum, baik perseorangan, atau koorporasi dalam bentuk secara lansung maupun tidak lansung melalui perlindungan terhadap pelaku / tersangka / terdakwa. Pada pasal 2 Undang-undang nomor.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi berbunyi sebagai berikut; a. Setiap orang yang secara melawan hukum melekukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana paling lama 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) dan denda sedikitnya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) setinggi tingginya Rp. 1.000.000.000.000,- ( satu milyar rupiah) b. Dalam tindak pidana korupsi sebagaimna dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Kalau kita mengacu kepada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1971 pada pasal 2 Undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 bila dilakukan perbandiungan maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni : 1. Pada Undang-undang Nomor. 3 Tahun 1971 Tindak Pidana Korupsi merupakan delik formil 2. Pada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 Tindak Tindak Pidana Koeupsi adalah delik materil dan formil. 3. Pada Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi adalah delik materil dan formil., Pada masa sekarang ini perbuatan korupsi dilihat dari sebelah mata yakni (1) merugikan negara (2) menguntungkan diri sendiri (3) merugikan masyarakat, bertumpa pada pasal 418, 419, 420, 423, 425, 435, Kitap Undang-undan Hukum Pidana (KUHP) Bila kita mengamati secara nyata bahwa hukum hanya tahu menggugat, menuntut, memberi sanksi, tanpa melihat aspek lain yang kalah lebih penting adalah azaz daya guna dan mamfaat yang ditimbulkan. Menurut mazhap sosiological yuririspodence,hanya hukum yang bisa menghadapi ujian akal yang terus hidup dan berkembang, dimana konsepsinya hubungan sistem sosial dan kepentingan-kepentingan bagi pihak yang mempunyai kepentingan secara perseorangan, kelompok orang, atau mengatas namakan orang lain untuk suatu kepentingan tertentu. Dalam konsep social Engenering yang di kemukan oleh Rosctow Pound, imbangan antara kepentingan masyarakat digolongkan pada aspek perlindungan kepentingan berupa ; (1) kepentingan memiliki sesuatu (2) kebebasan untuk berdagang (3) kebebasan untuk berusaha sendiri (4) kebebasan untuk mencipta. Menurut Benhill dalam bukunya “ pembangunan dinegara berkembang “ korupsi adalah suatu hal yang berbentuk penyalah gunaan kewenangan yang di berikan untuk kepentingan umum dan kepetingan pribadi, atau kelompok orang yang berkepentingan. Suatu konsep dalam ajaran ilmu sosial dimana melihat dengan kaca mata kearifan dalam pengambilan kebijikan publik . Bentuk penyimpangan konsep ini termasuk korupsi tetapi bukanlah suatu hal yang buruk saja tapi ada juga sifat menguntungkan kepentingan umum diartikan suatu penyimpangan , namun tetap di tetapkan melanggar peraturan. Dalam kaca optik hukum melihat korupsi dalam bentuk lurus tanpa bias cahaya yang terjadi dalam prosesnya, sehingga korupsi dijadikan suatu hal yang sangat menakutkan bagi pejabat atau petugas yang diberikan wewenang dalam pembangunan negara, oleh pejabat yang berwenang, sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan terkait dengan waktu pelaksanaan pembangunan tersebut sesuai dengan ketentuan mata anggaran proyek, aturan pelaksanaan serta target proyek. Bila kita melihat secara konsepsi hukum dimana maksud dan tujuannya untuk mewujutkan rasa keadilan dengan arah kesejahteraan masyarakat,masih perlu di kaji ulang sehingga tidak ada yang dirugikan. 1. Tindak Pidana Korupsi secara khusus tidak diatur khusus dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di tetetapkan pada pasal 55 KUHP, dan diatur secara khusus dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1971, dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 serta di sempurnakan dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana peradilannya masih di proses dalam bentuk peradilan umum yang tergolong tindakan pidana khusus. Kerangka umum penetapan Undang-Undang Nomor.31 Tahun 1999 Tentang Pemerintah bersih dan beribawa,bebas Korupsi,Kolosi,Nepotisme. Adalah suatu amanah reformasi dimana berdasarkan Uandang-undang Nomor.3 Tahun 1971 belum dapat memenuhi standar umum pemberantasan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya maka didempurnakan dengan Undang-undang Nomor:20 Tahun 2001 tentang Peberatasan Tindak Pidana Korupsi. Yang prinsipnya adalah tindakan untuk memperkaya diri pribadi, kelompok orang, organisasi, dan pihak lain sehingga merugikan negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan yang di berikan terhadapnya. Tindakan Pidana Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh perseorangan (individu), orang secara bersama-sama (kelompok) yang terorganisir atau tidak terorganisir. Penyidikan dan penuntutan dlakukan oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi ( KPK) bersama-sama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik umum, termasuk jaksa. Dalam Tindak Pidana Korupsi ketentuan waktu tidak di tuangkan dengan kongkrit hanya diperlakukan untuk pidana umum seperti yang dituangkan dalam Pasal 85,86,87 Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana intinya adalah masa penyidikan untuk polisi sebagai penyidik umum adalah selama maksimal.40 hari, dan penambahan penyidakan, 20 hari.setelah selesai maka berkas pemeriksaan harus diserahkan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu yang diberikan kepada Jaksa Penunrut Umum (JPU) bula telah dianggap lengkap penyidikan oleh kepolisian maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) wajib membuat surat dakwaan bila penyidikan polisi penyidik dianggap telah lengkap, bila tidak lengkap maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) berhak untuk mengembalikan berkas ke polisi penyidik,selama 14 Hari untuk di tinjau kembali penyidikan, bila selama 3 X berturut hasil kerja polisi penyidik di tolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka kejaksaan Negeri berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) tersangka dinyatakan bebabs. Dalam Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koreupsi selain dari indikakasi-indikasi korupsi juga diatur tentang pembuktian dan alat bukti, saksi ditetapkan sebagai berikut; a. Keterangan lansung saksi melihat dengan mata kepala sendri dan mengetahui perbuatan itu dengan nyata. b. Keterangan para ahli, disini yang dimaksudkan para ahli adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu khusus auditing keuangan yang mempunyai tugas berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari pejabat yang berwenang. c. Dukumen, pengertian dokumnen adalah berkas-berkas yang terkait dengan hal yang diperkarakan terhadapnya. d. Keterangan tersangka, yang dimaksud keterangan tersaangka adalah penjelasan dan pengakuan tersangka atas kesaksian yang diberikan oleh para saksi, serta penjelasannya terhadap polisi penyidik. Terkait dengan hal ini, waktu yang digunakan untuk penyidikan sering lebih dari waktu yang ditetapkan oleh Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena waktu yang digunakan sangat panjang dan prosesnyanya sangat sulit dengan waktu yang diberikan. Penambahan pengurangan terjadi dalam penyempurnaann ketentuannya, dimana mengenai kelalaian pengambil kebijakan, dan kesalahan sistem administrasi,dijadikan dasar sangkaan terhadap tersangka dengan prinsip yang sama dengan ketentuan sebelumnya adalah azaz praduga tidak bersalah. 2. Tindak Pidana Korupsi secara khusus tidak diatur dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur secara khusus dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1971, dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 serta di sempurnakan dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana peradilannya masih di proses dalam bentuk peradilan umum yang tergolong tindakan pidana khusus. Kerangka umum penetapan Undang-Undang Nomor.31 Tahun 1999 Tentang Pemerintah bersih dan beribawa,bebas Korupsi,Kolosi,Nepotisme. Adalah suatu amanah reformasi dimana berdasarkan Uandang-undang Nomor.3 Tahun 1971 belum dapat memenuhi standar umum pemberantasan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya maka disempurnakan dengan Undang-undang Nomor:20 Tahun 2001 tentang Peberatasan Tindak Pidana Korupsi. Yang prinsipnya adalah tindakan untuk memperkaya diri pribadi, kelompok orang, organisasi, dan pihak lain sehingga merugikan negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan yang di berikan terhadapnya. Tindakan Pidana Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh perseorangan (individu), orang secara bersama-sama (kelompok) yang terorganisir atau tidak terorganisir. Penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPK) bersama-sama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik umum, termasuk jaksa. Dalam Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selain dari indikakasi-indikasi korupsi juga diatur tentang pembuktian dan alat bukti, saksi ditetapkan sebagai berikut; a. Keterangan lansung saksi melihat dengan mata kepala sendri dan mengetahui perbuatan itu dengan nyata. b. Keterangan para ahli, disini yang dimaksudkan para ahli adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu khusus auditing keuangan yang mempunyai tugas berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari pejabat yang berwenang. c. Dukumen, pengertian dokumnen adalah berkas-berkas yang terkait dengan hal yang diperkarakan terhadapnya. d. Keterangan tersangka, yang dimaksud keterangan tersangka adalah penjelasan dan pengakuan tersangka atas kesaksian yang diberikan oleh para saksi, serta penjelasannya terhadap polisi penyidik. Terkait dengan hal ini, waktu yang digunakan untuk penyidikan sering lebih dari waktu yang ditetapkan oleh Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidsna (KUHAP) karena waktu yang digunakan sangat panjang dan prosesnyanya sangat sulit dengan waktu yang diberikan. Penambahan pengurangan terjadi dalam penyempurnaann ketentuannya, dimana mengenai kelalaian pengambil kebijakan, dan kesalahan sistem administrasi,dijadikan dasar sangkaan terhadap tersangka dengan prinsip yang sama dengan ketentuan sebelumnya adalah azaz praduga tidak bersalah. Bila kita melihat secara konsepsi hukum dimana maksud dan tujuannya untuk mewujutkan rasa keadilan dengan arah kesejahteraan masyarakat,masih perlu di kaji ulang sehingga tidak ada yang dirugikan. 1. Tindak Pidana Korupsi secara khusus tidak diatur dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur secara khusus dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1971, dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 serta di sempurnakan dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana peradilannya masih di proses dalam bentuk peradilan umum yang tergolong tindakan pidana khusus. Kerangka umum penetapan Undang-Undang Nomor.31 Tahun 1999 Tentang Pemerintah bersih dan beribawa,bebas Korupsi,Kolosi,Nepotisme. Adalah suatu amanah reformasi dimana berdasarkan Uandang-undang Nomor.3 Tahun 1971 belum dapat memenuhi standar umum pemberantasan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya maka didempurnakan dengan Undang-undang Nomor:20 Tahun 2001 tentang Peberatasan Tindak Pidana Korupsi. Yang prinsipnya adalah tindakan untuk memperkaya diri pribadi, kelompok orang, organsasi, dan pihak lain sehingga merugikan negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan yang di berikan terhadapnya. Tindakan Pidana Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh perseorangan (individu), orang secara bersama-sama (kelompok) yang terorganisir atau tidak terorganisir. Penyidikan dan penuntutan dlakukan oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi ( KPK) bersama-sama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik umum, termasuk jaksa. Dalam Tindak Pidana Korupsi tidak menuangkan ketentuan waktu untuk penyidikan sehingga secara khusus hanya memperlakukan seperti yang dituagkan dalam Pasal 85,86,87 Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana intinya adalah masa penyidikan untuk polis sebagai penyidik umum adalah selama maksimal.40 hari, dan penambahan penyidakan, 20 hari.setelah selesai maka berkas pemeriksaan harus diserahkan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu yang diberikan kepada Jaksa Penunrut Umum (JPU) bula telah dianggap lengkap penyidikan oleh kepolian maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) wajib membuat surat dakwaan bila penyidikan polisi penyidik dianggap telah lengkap, bila tidak lengkap maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) berhak untuk mengembalikan berkas ke polisi penyidik,selama 14 Hari untuk di ti njau kembali penyidikan, bila selama 3 X berturut hasil kerja polisi penyidik di tolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka kejaksaan Negeri berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) tersangka dinyatakan bebabs. Dalam Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koreupsi selain dari indikakasi-indikasi korupsi juga diatur tentang pembuktian dan alat bukti, saksi ditetapkan sebagai berikut; a. Keterangan lansung saksi melihat dengan mata kepala sendri dan mengetahui perbuatan itu dengan nyata. b. Keterangan para ahli, disini yang dimaksudkan para ahli adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu khusus auditing keuangan yang mempunyai tugas berdasarkan Suerat Keputusan (SK) dari pejabat yang berwenang. c. Dukumen, pengertian dokumnen adalah berkas-berkas yang terkait dengan hal yang diperkarakan terhadapnya. d. Keterangan tersangka, yang dimaksud keterangan tersaangka adalah penjelasan dan pengakuan tersangka atas kesaksian yang diberikan oleh para saksi, serta penjelasannya terhadap polisi penyidik. Terkait dengan hal ini, waktu yang digunakan untuk penyidikan sering lebih dari waktu yang ditetapkan oleh Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidsna (KUHAP) karena waktu yang digunakan sangat panjang dan prosesnyanya sangat sulit dengan waktu yang diberikan. Penambahan pengurangan terjadi dalam penyempurnaann ketentuannya, dimana mengenai kelalaian pengambil kebijakan, dan kesalahan sistem administrasi,dijadikan dasar sangkaan terhadap tersangka dengan prinsip yang sama dengan ketentuan sebelumnya adalah azaz praduga tidak bersalah. Menurut mazhap sosiological yuririspodence,hanya hukum yang bisa menghadapi ujian akal yang terus hidup dan berkembang, dimana konsepsinya hubungan sistem sosial dan kepentingan-kepentingan bagi pihak yang mempunyai kepentingan secara perseorangan, kelompok orang, atau menagtas namakan orang lain untuk suatu kepentingan tertentu. Dalam konsep social Engenering yang di kemukan oleh Rosctow Pound, imbangan antara kepentingan masyarakat digolongkan pada aspek perlindungan kepentingan berupa ; (1) kepentingan memiliki sesuatu (2) kebebasan untuk berdagang (3) kebebasan untuk berusaha sendiri (4) kebebasan untuk mencipta. IV. Pendekatan Masalah Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Konsep ini mempunyai hubungan erat dengan kepentingan politik terutama pada kepentingan memiliki sesuatu atau dan kebebasan untuk mencipta. Dalam teks ini memuncukan paradigma-paradikma yang memungkinkan memunculkan masalah dalam pelaksanaannya dimana menjadi sumber konplik dalam sistem hukum tata negara hal ini dapat kita lihat dari pengaturan pertama masalah Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dengan Undang Undang Nomor. 3 Tahun 1971 yang disempurnakan melalui Undang Undang Nomor.31 Tahun 1999 serta diubah menjadi Undang Undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 1. Sanksi hukum terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi a. Sanksi Hukum Mati Menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait dengan pasal 418 KUHP, 419 KUHP, 420 KUHP, 423 KUHP, 423 KUHP,425 KUHP,435 KUHP berlaku hukum mati. Pendekatan terhadap pelaksanaan hukum mati secara kasat mata terlihat suatu hal yang terang-tarangan melanggar Hak Azazi Manusia (HAM) karena betentangan dengan pasakl 28.A Unadang dasar 1945 mengenai jaminan hak hidup bagi setiap manusia. Selanjutnya pada pasal 28 D ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum dimuka hukum. b. Sanksi Penjara Menurut pasal 2 ayat.2 Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait dengan merugikan negara secara kematerial dikenakan sanksi hukum pejara selama 4 tahun atau paling berat 20 tahun penjara, dikurangi masa penahanan untuk kepentingan penyidikan. c. Sanksi Denda Menurut pasal 2 ayat 3 Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi sanksi denda yang di perlakukan terhadap pelaku tindak pidana kuropsi dikenakan denda Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miyar rupiah) Pembedaan sanksi ditetapkan berdasarkan kepada berat atau ringannya perkara yang disankakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. d. Pengembalian/Ganti rugi Menurut pasal 2 ayat 4 Undang-udang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, pengembalian uang negra / ganti rugi atas kerugian negara adalah suatu kewajiban tersangka/terdakwa untuk mengembalikan kepada negara tanpa menghilangkan sifat kepidanaannya, apabila hal ini tidak dilaksanakan maka hal ini akan memberatkan tersangka/terdakwa dalam penuntutan di persidangan terkait dengan putusan hakin. e. Pembuktian Masalah pembuktian dan alat bukti dalam tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 adalah : (1) Surat-surat/dokumen (2) perekaman suara (3) dokumen yang tersimpan dalam media elektronik (4) keterangan saksi (5) keterangan terdakwa. f. Upaya hukum Terdakwa dalam tindak pidana korupsi dapat melakukan upaya hukum seperti ketentuan hukum lainya berupa banding, kasasi, dan peninjauan kembali. g. Beban Tangungan Benan tangungan terhadap tindak pidana korupsi bukan saja hanya kepada terdakwa tapi juga pada ahliwaris, terkait dengan masalah denda/ganti rugi kerugian negara atas perbuatan terdakwa bila terdakwa mati setelah divonis oleh hakim melawan hukum. h. Faktor yang meringankan atau yang memberatkan tersangka/terdakwa Seperti juga peradilan umum biasa hal yang akan meringankan setiap tersangka/terdakwa adalah berlaku baik dan sopan dalam sidang, jujur memberikan penjelasan, tidak berbelit-belit, khusus tindak pidana korupsi kesediaan mengembalikan hasil korupsi tersebut kepada negara serta bersedia membayar denda. Ketentuan tidak menghapus sanksi pidananya dan hanya bersifat meringankan sanksi hukumannya, hal ini ditentukan sebagai berikut (1) pembayaran secara tunai (2) angsuran berlaku 2 tahun balk sebagian maupun seluruhnya dengan menetapkan SKTJM – Jumlah kerugian (3) jaminan bagi yang tridak cukup meliput benda bergerak dan benda tidak bergerak (4) Surat kuasa untuk menjal barang jaminan klafikasi untuk umum dan lelang melalui BUPLN. Ketegasan dalam ketentuan penetapan hukum dimuat dalam pasal 1 ayat 2 bahwa tentang perbuatan tidak menepati janji dimana intinya adalah sebagai berikut (1) tidak menepati janji (break of trust) tidak membayar hutang merugikan masyarakat, perbuatan ini tidak dituntut berdasarkan hukum pidana, tetapi dilakukan dengan gugatan perdata (2) Ukuran perbuatan melawan hukum dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana adalah kebijakan pemerintah dipengaruhi berbagai faktor dalam bentuk kerugian besar bagi masyarakat, sebagai pertimbangan terhahadap pelaku adalah hal yang menyangkut dalih pembenar dan terkait dengan dalih pemaaf, namun hal ini tidak menpengaruhi tindak pidana yang dilakukannya. Penentuan perbuatan yang dipandang tindak pidana dianut dalam (1) azaz legalitas (principle of legallity) dimauat dalam pasal 1 ayat 1 Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (2) barang siapa yang melakukan dikenakan sanksi pidana, dan tidak akan dikenakan sanksi pidana apabila tidak melakukan kesalahan (3) Azaz hukum deliktum nula poena sine pravia lege artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ada yang mengatur sebelumnya. Hubungan dengan konsepsi penyelesaian penyelesaian dalam tindak pidana secara umum didasarkan kepada beberapa azaz yakni ; (1) Alasan Pembenar, yaitu alasan yang akan mengapus sifat melawan hukum perbuatannya sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa menjadi perbuatan yang patut (2) Alasan Pemaaf, yaitu alasan yang mengapuskan kesalahan terdakwa, tapi perbuatan yang dilakukan tetap dinyatakan tindak pidana (3) Alasan Pengapus penuntutan yakni suatu alasan yang mempunyai dasar alasan pembenar dan alasan pemaaf. Hal ini dikaitkan dengan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan pemecahan dari tindak pidana yang ditetapkan dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP) telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi , Kolusi, Nepotisme. Pada perubahan pasal 55 Kitap Undang-undang Hukum Pidana ditambah dengan Undang-Undang Nomor:20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat.1 ke-1 unsur-unsur dakwaan majelis hakim terhadap tersangka/terdakwa dsalam pidana korupsi adalah: a. Setiap orang ; Pemaknaan setiap orang menurut ketentuan ini adalah perseorangan yang dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan tuindakan yang menurut hukum adalah suatu perbuatan melawan hukum. b. secara melawan hukum ; Pemahaman secara melawan hukum tindakan yang dilkarang oleh hukum dipandang dari sisi hukum acara (formil) atau melawan ketentuan aturan yang di tetapkan (materil) Pada pasal 44 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menekan bahwa sikap ketidak mampuan betangungjawab tidak dapat dikenakan sanksi pidana, dihubungan dengan teori menetralisir dari konsep J.Vonkies kejadian yang menutut jalan peristiwa dapat mampu memberikan sebab elanjutnya dihubungan dengan konsep indivialisir suatu rangkaian syarat-syarat tidak dapat dihilangkan untuk timbul suatu akibat dikenal dengan (condicio sine qua non) atau (theoryder mist wirk sme bengung) e. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ; Pemaknaan merugikan keuangan negara adalah tindakan yang bentuknya penyalahgunaan/penyimpangan anggaran dan tidak bisa dipertangunjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. f. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi ; Pemaknaan memperkaya diri adalah tindakan yang dilakukan masih dalam bentuk penyalahgunaan anggaran untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu koorporasi. Perseorangan adalah turut serta melakukan ; Pemaknaan dari turut melakukan adalah ikut serta bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum, baik perseorangan, atau koorporasi dalam bentuk secara lansung maupun tidak lansung melalui perlindungan terhadap pelaku/tersangka/terdakwa. Pada pasal 2 Undang-undang nomor.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi berbunyi sebagai berikut; a. Setiap orang yang secara melawan hukum melekukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana paling lama 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) dan denda sedikitnya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) setinggi tingginya Rp. 1.000.000.000.000,- ( satu milyar rupiah) b. Dalam tindak pidana korupsi sebagaimna dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Kalau kita mengacu kepada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1971 pada pasal 2 Undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 bila dilakukan perbandiungan maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni : 1. Pada Undang-undang Nomor. 3 Tahun 1971 Tindak Pidana Korupsi merupakan delik formil 2. Pada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 Tindak Tindak Pidana Koeupsi adalah delik materil dan formil. Ketentuan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pudana Korupsi, Kolusi, Nepostisme ( KKN) mempengaruhi terhadap masa depan karier seorang pejabat negara dimana aturan yang terkait dengan ini adalah aturan jabatan yang telah ditentukan secara khusus dimana akibat dari hal tersebut terancam berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil atau berhenti dari jabatan yang di pegang secara tidak terhormat. Pada Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi adalah delik materil dan formil., Pada masa sekarang ini perbuatan korupsi dilihat dari sebelah mata yakni (1) merugikan negara (2) menguntungkan diri sendiri (3) merugikan masyarakat, bertumpa pada pasal 418, 419, 420, 423, 425, 435, Kitap Undang-undan Hukum Pidana (KUHP) Bila kita mengamati secara nyata bahwa hukum hanya tahu menggugat, menuntut, memberi sanksi, tanpa melihat aspek lain yang kalah lebih penting adalah azaz daya guna dan mamfaat yang ditimbulkan. V. Penomena Perubahan Sistem Peradilan Kondisi peneyelenggaraan negara yang sering terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan jabatan telah menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas penyelenggaraan negara, disamping itu juga intervensi kekuasaan kehakiman kedalam lembaga pemerintahan sangat rendah, sejarah orde baru telah menggambarkannya. Dengan perobahan besar terjadi setelah reformasi dan era keterbukaan ini juga mebuat sejarah baru dalam peradapan watak,moral,sistem,aturan yang berlaku dimana terbentuk konplik harizontal dan konlik vertikal serta mempunyai hubungan diagomalistik yakni sebab akibat dan hubungan keduanya dalam satu sistem aturan ketentuan yang tak lama bertahan/semi poermanen dalam sistem. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dalam perkembangan sistem hukum secara umum. Penegakan supermasi hukum berdasarkan kepada nilai-nilai kenaran dan keadilan serta perlindungan Hak Azazi Manusia (HAM) maka hukum berperan dalam interakasi sosial yaitu untuk memberi pedoman dalam kehidupan masyarakat. Dalam penegakan supermasi hukum ditentukan oleh kualitas profesionalisme hakim, jaksa, pengacara, sebagai para penegak hukum. Kita menyadari bahwa tidak sepenuhnya tugas penyelenggaraan negara mengutamakan rakyat, hal ini dipengaruhi oleh demokrasi poltik terbuka, bebas, umum, banyak hal yang di temukan dalam keadaan yang sedemikian rupa diantaranya ; 1. Pembelaan Kepentingan Pribadi atau koorporasi. 2. Pembelaan kepentingan umum untuk tujuan kepentingan koorporasi 3. Pembelaan kepentingan umum untuk kepentingan orang lain secara khusus tujuan politik praktis. Pengaruh hal tersebut diatas menimbulkan tudingan terhadap penyelenggara pemerintahan dengan tuduhan “ Korupsi “ pada dasarnya memang baik dengan tujuan terwujutnya pemerintahan yang baik dan bersih dan beribawa “ Good Govermant” suatu cita-cita dan tujuan yang dingin dicapai dalam reformasi sekarang ini, maka untuk mencapai hal itu di lakukan penyempurnaan Undang-undang Nomor.14 Tahun 1970 diganti dengan Undang-undang Nomor.35 Tahun 1999 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Konsepsi hukum pidana telah membuat garisan “ azaz dasar hukum pidana adalah praduga tidak bersalah “ maksud dari kalimat ini adalah setiap orang tidak bisa dinnyatakan bersalah sebelum ada putusan hakim yang inkrah/mempunyai kepastian hukum tetap “ Peranan peradilan diharapkan dapat mewujutkan cita-cita keadailan dan pelindungan hak azazi manusia secara utuh konsekwen Dengan demikian seharusnya sudah ada aturan acara peradilan Tindak Pidana Korupsi ( TIPIKOR ) sehingga dapat dipahami dan di mengerti aturan yang harus patuhi secara kongkrit, serta penempatan narapidana pelaku korupsi ditempatkan secara terpisah dengan pelaku pidana umum karena perbuatan korupsi tergolong pidana khusus. Daftar Pustaka 1. W.Fredmann, Legal Theory , Colombia University Press, 1960, 2. Lli Rosyadi, Pilsafat Hukum, PT Remaja Rosda KRAYA Jkt 1988, 3. Sudarno, Pengantar Ilmu Hukum ,Rineka Cipta, 1991, 4. Soedarno, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, 1991 5. Moeja Majalan bulanan Peledoi,No.10.Vol.I,2007, aliran sosialical yurisprudensi sebagai teori poendukung midle rance theory 6. Rihie Mukriardi, Azaz Hukum Pidana, Rineka Cipta, 1991, 7. Cv. Umbara, Undang-undang Nomor.31 tahun 1999 dan penjelasananya, Cv.Umbara Bandung, 2001 8. Subekti, Pengantar Hukum Indonesia, Pradyana Paramitah, Pradydna Paramita 1999 9. Majalah pelodoi nomor.10 Volume I 2007