Rabu, 04 September 2013

ARTIKEL PEDEKATAN KOSEPSIONAL PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI 0LEH RICKY IDAMAN SYARFI. SH.MH NO.BP. 04.211.016 PROGRAM PASCASARJANA ( P P S ) UNAND P A D A N G 2 0 0 8 PEDEKATAN KOSEPSIONAL PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pengertian Korupsi Bila kita merujuk kepada nilai-nilai filosofis yang di kemukan oleh W.Fredmann it is charateristik” empiris m”as a philosohical tradion, to assumme that we have cariteria of evidence, or that we cancriteria, or to refer to this souce an this determine what is that we can’not artinya adalah karakteristik empiris merupakan bagian darei tradisi mempunyai asumsi pandangan kita terhadap kriteria perkara (kejadian) ini juga kita lihat sumber yang menentukan, apakah ini dimaknai pembenaran. Van Hamel, de reojel nulum deliktum enz, verbintedt dear, voor zooverzizij leiden zoon,neit alien fot wit breiding van deijdere of fot licprere straafbaar streling van welke bandeling yang artinya adalah : Peraturan tentang nulum deliktum dan selanjutnya melarang penggunaan penafsiran secara analogis, karena akan memperluas banyak delik-delik yang telah ditemukan oleh Undang-undang dapat menjurus memperberat atau lebih meringan hukuman yang dapat dijatuhkan bagi pembuat maupun dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Terdapat perbedaan antara hukum formal yang dikeluarkan Penguasa (hukum positif) dengan hukum yang berlaku ditengah tengah masyarakat (living law) pembedaan ini disebabkan oleh pengaruh kemajuan tehnologi serta sifat bentuk perkembangan manusia berlaku dalammasyarakat itu sendiri bergerak dari masa kemasa. II. Latar belakang terjadinya Korupsi, Kolusi, Nepotisme ( KKN) Terjadinya Korupsi, Kolusi Nepotisme (KKN) di negara berkembang atau sedang membangun suatu hal menurut pengamat sosial seperti bevhil dari ingris suatu hal yang lumbrah terjadi, tapi yang paling penting tindakan tersebut merugikan orang banyak atau atau hanya sekelompok tertentu. Secara ilmu sosial kita dapat memperhitungkan bahwa korupsi itu bukan saja yang buruk yang akan di munculkannya tapi juga ada unsur baik dari bentuk yang diperlihatkan. Suatu contoh dari konsep pembangunan daerah bila suatu proyek yang dilaksanakan dari suatu perencanaan umum pembangunan yang di tuangkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota ( RUTK) dimana mendapat halangan dalam pelaksanaannya sehingga pihak pemerintah harus melaksanakan sesegera mungkin karena terkait dengan batas pencairan dan pengunaan dana untuk satu tahun anggaran maka hal ini perlu mengambil kebijakan politik pembangunan dengan segala macam usaha dan upaya agar penantangan oleh masyarakat dapat teratasi, dengan prinsip tujuan pembangunan tercapai dengan baik dan sukses. Suatu contoh yang dilaksanakan tersebut diatas perbuatan korupsi diperlukan dimana pihak pemerintah harus manipulasi data, serta biaya yang dikeluarkan dalam proses pelaksanaan proyek guna mencapai suatu tujuan umum pembangunan yang telah di gariskan oleh pemerintah sebagai pelaksana pembangunan daerah untuk kepentingan umum. Korupsi adalah konsep yang berkembang dalam penyelenggaraan sistem ketata negaraan paling banyak terjadi dinegara berkembang atau sedang membangun seperti Indonesia. Pengertian umum sescara ilmu sosial mempunyai makna “ Penyalah Gunaan Kewenangan “ ada juga yang mengungkapkan “ penyalah gunaan kekuasaan “ menurut bevhil dalam bukunya pembangunan di negara berkembang menyatakan bahwa korupsi ini suatu kejadian yang selamanya tidak merugikan karena kita harus melihatnya dengan dua kaca mata yang berbeda, kaitan dengan kepentingan-kepentingan secara empiris. Bila kita melihat secara normatif memang ada kesan yang kurang menyenangkan terutama bagi kalangan dijadikan objek dan subjek kebijakan pemerintah, secara empiris kita harus melihat dan mengamati tentang dampak atau imbas yang dihasilkannya dalam berangkat dari teori mampaat dan daya guna dengan ukuran pembenaran dimata hukum sosial (hukum kemasyarakatan ) Dalam kaca optik hukum melihat korupsi dalam bentuk lurus tanpa bias cahaya yang terjadi dalam prosesnya, sehingga korupsi dijadikan suatu hal yang sangat menakutkan bagi pejabat atau petugas yang diberikan wewenang dalam pembangunan negara, oleh pejabat yang berwenang, sedikit banyaknya akan berpengareuh terhadap pelaksanaan pembangunan terkait dengan waktu pelaksanaan pembangunan tersebut sesuai dengan ketentuan mata anggaran proyek. Bila kita melihat secara konsepsi hukum dimana maksud dan tujuannya untuk mewujutkan rasa keadilan dengan arah kesejahteraan masyarakat,masih perlu di kaji ulang sehingga tidak ada yang dirugikan. III. Kewenangan Peradilan dan hak tersangka Berdasarkan kepada Undang-undang Nomor.35 Tahun 1999 tentang ketentuan pokok-pokok kekuasaan kehakiman maka kekuasaan kehkiman di indonesia dalpat diabagi atas beberapa bagian utama yakni sebagai berikut ; 1. Kewenangan pengadilan tingkat pertama a. Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang mengadili perkara dilingkungan wilayah kerja menurut ketentuannya dalam wilayah hukum Kabupaten/Kota. Kewenangan dalam menjalan fungsi dan tugasnya dibatasi dengan kekuasaan bidang,peradilan umum termasuk tindak pidana khusus yang terdiri dari penyalayalahgunaan narkoba,fisiotrafika, dan Tindak Pidana Korupsi. a. Kewenangan Peradilan Tingkat II Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tingkat kedua yang mengadili perkara dilingkungan wilyah kerja menurut ketentuannya dalam wilayah hukum Provinsi, merupakan lembaga pembanding pitusan hakim Pengadilan Negeri Kewenangan dalam menjalan fungsi dan tugasnya dibatasi dengan kekkuasaan bidang,peradilan umum termasuk tindak pidana khusus yang terdiri dari penyalayalahgunaan narkoba,fisiotrafika, dan Tindak Pidana Korupsi. c. Kewenangan Peradilan tingkat. terakhir Makamah Agung Makamah Agung adalah pengadilan tingkat terakhir yang mengadili perkara dilingkungan wilyah kerja menurut ketentuannya dalam wilayah hukum seluruh Indonesia, didasarkan kepada upaya hukum yang telah dilaksanakan dari tngkat bading, kemudian di tingkat makamah agung disebut dengan kasasi. Kewenangan dalam menjalan fungsi dan tugasnya dibatasi dengan kekkuasaan bidang,peradilan umum termasuk tindak pidana khusus yang terdiri dari penyalayalahgunaan narkoba,fisiotrapika, dan Tindak Pidana Korupsi. Yang termasuk dalam peradilan umum adalah bagian-bagian ketentuan hukum sebagai berikut ; a. Hukum Perdata Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur tentang hubungan perseorangan dengan perseorangan, dan kelompok orang atau pemerintah berdasarkan kepada ketentuan aturan terkait dengan hak yang harus dimiliki (onderschinkking) Dalam keperdataan hal yang paling mendasar adalah pemberdayaan dan pemamfaatan sumber hukum dari segala macam sumber hukum bahkan para pihak bisa membuat hukum sendiri seperti yang diungkapkan oleh E. Utrech " perjanjian adalah suatu hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian “ dalam hukum perdata sanksi yang dijatuhkan terhadap para pihak tidak bisa diberikan sanksi penjara, kecuali ada unsur/dalih tindakan-tindakan berbentuk perbuatan tindakan pidana seperti pemaksaan, penipuan, dengan dalih perjanjian. b. Hukum Pidana Menurut pendapat Von Savigny, hukum adalah kepribadian suatu bangsa, bila suatu bangsa tidak lagi taat kepadsa hukum maka bangsa tersebut kehilangan pribadi. Dalam kontek hukum pidana pada intinya adalah suatu perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan dimana konsepnya adalah menkondisikan sifat yang tidak menyenangkan, membahayakan, mengancam bagi orang lain hal ini merupakan sifat melawan hukum. Materi pokok yang terkandung dalam hukum pidana (1) menetukan perbuatan yang tidak bole dilakukan disertai dengan ancama-ancaman (2) menentukan kapan dan dalam apa kepada mereka yang telah melanggar larangan dapat dikenai/dijatuhkan sanksi (3) menetukan bagaimana pengenaan pidana itu dilaksanakan apabila orang telah disangkjakan telah melanggar larangan. Ketegasan dalam ketentuan penetapan hukum dimuat dalam pasal 1 ayat 2 bahwa tentang perbuatan tidak menepati janji dimana intinya adalah sebagai berikut (1) tidak menepati janji (break of trust) tidak membayar hutang merugikan masyarakat, perbuatan ini tidak dituntut berdasarkan hukum pidana, tetapi dilakukan dengan gugatan perdata (2) Ukuran perbuatan melawan hukum dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana adalah kebijakan pemerintah dipengaruhi berbagai faktor dalam bentuk kerugian besar bagi masyarakat, sebagai pertimbangan terhahadap pelaku adalah hal yang menyangkut dalih pembenar dan terkait dengan dalih pemaaf, namun hal ini tidak menpengaruhi tindak pidana yang dilakukannya. Penentuan perbuatan yang dipandang tindak pidana dianut dalam (1) azaz legalitas (principle of legallity) dimauat dalam pasal 1 ayat 1 Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (2) barang siapa yang melakukan dikenakan sanksi pidana, dan tidak akan dikenakan sanksi pidana apabila tidak melakukan kesalahan (3) Azaz hukum deliktum nula poena sine pravia lege artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ada yang mengatur sebelumnya. Hubungan dengan konsepsi penyelesaian penyelesaian dalam tindak pidana secara umum didasarkan kepada beberapa azaz yakni ; (1) Alasan Pembenar, yaitu alasan yang akan mengapus sifat melawan hukum perbuatannya sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa menjadi perbuatan yang patut (2) Alasan Pemaaf, yaitu alasan yang mengapuskan kesalahan terdakwa, tapi perbuatan yang dilakukan tetap dinyatakan tindak pidana (3) Alasan Pengapus penuntutan yakni suatu alasan yang mempunyai dasar alasan pembenar dan alasan pemaaf. Hal ini dikaitkan dengan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan pemecahan dari tindak pidana yang ditetapkan dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP) telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi , Kolusi, Nepotisme. III. Ketentuan Umum Pidana Korupsi Pada Undang-Undang Nomor:20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat.1 ke-1 unsur-unsur dakwaan majeleis hakim terhadap tersangka/terdakwa dsalam pidana korupsi adalah: a. Setiap orang ; Pemaknaan setiap orang menurut ketentuan ini adalah perseorangan yang dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan tuindakan yang menurut hukum adalah suatu perbuatan melawan hukum. b. secara melawan hukum ; Pemahaman secara melawan hukum tindakan yang dilkarang oleh hukum dipandang dari sisi hukum acara (formil) atau melawan ketentuan aturan yang di tetapkan (materil) Pada pasal 44 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menekan bahwa sikap ketidak mampuan betangungjawab tidak dapat dikenakan sanksi pidana, dihubungan dengan teori menetralisir dari konsep J.Vonkies kejadian yang menutut jalan peristiwa dapat mampu memberikan sebab elanjutnya dihubungan dengan konsep indivialisir suatu rangkaian syarat-syarat tidak dapat dihilangkan untuk timbul suatu akibat dikenal dengan (condicio sine qua non) atau (theoryder mist wirk sme bengung) c. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ; Pemaknaan merugikan keuangan negara adalah tindakan yang bentuknya penyalahgunaan/penyimpangan anggaran dan tidak bisa dipertangunjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. d. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi ; Pemaknaan memperkaya diri adalah tindakan yang dilakukan masih dalam bentuk penyalahgunaan anggaran untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu koorporasi. Perseorangan ; IV. Aspek Tindak Pidana Korupsi Lain Pemaknaan dari turut melakukan adalah ikut serta bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum, baik perseorangan, atau koorporasi dalam bentuk secara lansung maupun tidak lansung melalui perlindungan terhadap pelaku / tersangka / terdakwa. Pada pasal 2 Undang-undang nomor.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi berbunyi sebagai berikut; a. Setiap orang yang secara melawan hukum melekukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana paling lama 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) dan denda sedikitnya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) setinggi tingginya Rp. 1.000.000.000.000,- ( satu milyar rupiah) b. Dalam tindak pidana korupsi sebagaimna dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Kalau kita mengacu kepada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1971 pada pasal 2 Undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 bila dilakukan perbandiungan maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni : 1. Pada Undang-undang Nomor. 3 Tahun 1971 Tindak Pidana Korupsi merupakan delik formil 2. Pada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 Tindak Tindak Pidana Koeupsi adalah delik materil dan formil. 3. Pada Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi adalah delik materil dan formil., Pada masa sekarang ini perbuatan korupsi dilihat dari sebelah mata yakni (1) merugikan negara (2) menguntungkan diri sendiri (3) merugikan masyarakat, bertumpa pada pasal 418, 419, 420, 423, 425, 435, Kitap Undang-undan Hukum Pidana (KUHP) Bila kita mengamati secara nyata bahwa hukum hanya tahu menggugat, menuntut, memberi sanksi, tanpa melihat aspek lain yang kalah lebih penting adalah azaz daya guna dan mamfaat yang ditimbulkan. Menurut mazhap sosiological yuririspodence,hanya hukum yang bisa menghadapi ujian akal yang terus hidup dan berkembang, dimana konsepsinya hubungan sistem sosial dan kepentingan-kepentingan bagi pihak yang mempunyai kepentingan secara perseorangan, kelompok orang, atau mengatas namakan orang lain untuk suatu kepentingan tertentu. Dalam konsep social Engenering yang di kemukan oleh Rosctow Pound, imbangan antara kepentingan masyarakat digolongkan pada aspek perlindungan kepentingan berupa ; (1) kepentingan memiliki sesuatu (2) kebebasan untuk berdagang (3) kebebasan untuk berusaha sendiri (4) kebebasan untuk mencipta. Menurut Benhill dalam bukunya “ pembangunan dinegara berkembang “ korupsi adalah suatu hal yang berbentuk penyalah gunaan kewenangan yang di berikan untuk kepentingan umum dan kepetingan pribadi, atau kelompok orang yang berkepentingan. Suatu konsep dalam ajaran ilmu sosial dimana melihat dengan kaca mata kearifan dalam pengambilan kebijikan publik . Bentuk penyimpangan konsep ini termasuk korupsi tetapi bukanlah suatu hal yang buruk saja tapi ada juga sifat menguntungkan kepentingan umum diartikan suatu penyimpangan , namun tetap di tetapkan melanggar peraturan. Dalam kaca optik hukum melihat korupsi dalam bentuk lurus tanpa bias cahaya yang terjadi dalam prosesnya, sehingga korupsi dijadikan suatu hal yang sangat menakutkan bagi pejabat atau petugas yang diberikan wewenang dalam pembangunan negara, oleh pejabat yang berwenang, sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan terkait dengan waktu pelaksanaan pembangunan tersebut sesuai dengan ketentuan mata anggaran proyek, aturan pelaksanaan serta target proyek. Bila kita melihat secara konsepsi hukum dimana maksud dan tujuannya untuk mewujutkan rasa keadilan dengan arah kesejahteraan masyarakat,masih perlu di kaji ulang sehingga tidak ada yang dirugikan. 1. Tindak Pidana Korupsi secara khusus tidak diatur khusus dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di tetetapkan pada pasal 55 KUHP, dan diatur secara khusus dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1971, dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 serta di sempurnakan dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana peradilannya masih di proses dalam bentuk peradilan umum yang tergolong tindakan pidana khusus. Kerangka umum penetapan Undang-Undang Nomor.31 Tahun 1999 Tentang Pemerintah bersih dan beribawa,bebas Korupsi,Kolosi,Nepotisme. Adalah suatu amanah reformasi dimana berdasarkan Uandang-undang Nomor.3 Tahun 1971 belum dapat memenuhi standar umum pemberantasan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya maka didempurnakan dengan Undang-undang Nomor:20 Tahun 2001 tentang Peberatasan Tindak Pidana Korupsi. Yang prinsipnya adalah tindakan untuk memperkaya diri pribadi, kelompok orang, organisasi, dan pihak lain sehingga merugikan negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan yang di berikan terhadapnya. Tindakan Pidana Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh perseorangan (individu), orang secara bersama-sama (kelompok) yang terorganisir atau tidak terorganisir. Penyidikan dan penuntutan dlakukan oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi ( KPK) bersama-sama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik umum, termasuk jaksa. Dalam Tindak Pidana Korupsi ketentuan waktu tidak di tuangkan dengan kongkrit hanya diperlakukan untuk pidana umum seperti yang dituangkan dalam Pasal 85,86,87 Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana intinya adalah masa penyidikan untuk polisi sebagai penyidik umum adalah selama maksimal.40 hari, dan penambahan penyidakan, 20 hari.setelah selesai maka berkas pemeriksaan harus diserahkan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu yang diberikan kepada Jaksa Penunrut Umum (JPU) bula telah dianggap lengkap penyidikan oleh kepolisian maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) wajib membuat surat dakwaan bila penyidikan polisi penyidik dianggap telah lengkap, bila tidak lengkap maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) berhak untuk mengembalikan berkas ke polisi penyidik,selama 14 Hari untuk di tinjau kembali penyidikan, bila selama 3 X berturut hasil kerja polisi penyidik di tolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka kejaksaan Negeri berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) tersangka dinyatakan bebabs. Dalam Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koreupsi selain dari indikakasi-indikasi korupsi juga diatur tentang pembuktian dan alat bukti, saksi ditetapkan sebagai berikut; a. Keterangan lansung saksi melihat dengan mata kepala sendri dan mengetahui perbuatan itu dengan nyata. b. Keterangan para ahli, disini yang dimaksudkan para ahli adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu khusus auditing keuangan yang mempunyai tugas berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari pejabat yang berwenang. c. Dukumen, pengertian dokumnen adalah berkas-berkas yang terkait dengan hal yang diperkarakan terhadapnya. d. Keterangan tersangka, yang dimaksud keterangan tersaangka adalah penjelasan dan pengakuan tersangka atas kesaksian yang diberikan oleh para saksi, serta penjelasannya terhadap polisi penyidik. Terkait dengan hal ini, waktu yang digunakan untuk penyidikan sering lebih dari waktu yang ditetapkan oleh Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena waktu yang digunakan sangat panjang dan prosesnyanya sangat sulit dengan waktu yang diberikan. Penambahan pengurangan terjadi dalam penyempurnaann ketentuannya, dimana mengenai kelalaian pengambil kebijakan, dan kesalahan sistem administrasi,dijadikan dasar sangkaan terhadap tersangka dengan prinsip yang sama dengan ketentuan sebelumnya adalah azaz praduga tidak bersalah. 2. Tindak Pidana Korupsi secara khusus tidak diatur dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur secara khusus dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1971, dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 serta di sempurnakan dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana peradilannya masih di proses dalam bentuk peradilan umum yang tergolong tindakan pidana khusus. Kerangka umum penetapan Undang-Undang Nomor.31 Tahun 1999 Tentang Pemerintah bersih dan beribawa,bebas Korupsi,Kolosi,Nepotisme. Adalah suatu amanah reformasi dimana berdasarkan Uandang-undang Nomor.3 Tahun 1971 belum dapat memenuhi standar umum pemberantasan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya maka disempurnakan dengan Undang-undang Nomor:20 Tahun 2001 tentang Peberatasan Tindak Pidana Korupsi. Yang prinsipnya adalah tindakan untuk memperkaya diri pribadi, kelompok orang, organisasi, dan pihak lain sehingga merugikan negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan yang di berikan terhadapnya. Tindakan Pidana Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh perseorangan (individu), orang secara bersama-sama (kelompok) yang terorganisir atau tidak terorganisir. Penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPK) bersama-sama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik umum, termasuk jaksa. Dalam Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selain dari indikakasi-indikasi korupsi juga diatur tentang pembuktian dan alat bukti, saksi ditetapkan sebagai berikut; a. Keterangan lansung saksi melihat dengan mata kepala sendri dan mengetahui perbuatan itu dengan nyata. b. Keterangan para ahli, disini yang dimaksudkan para ahli adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu khusus auditing keuangan yang mempunyai tugas berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari pejabat yang berwenang. c. Dukumen, pengertian dokumnen adalah berkas-berkas yang terkait dengan hal yang diperkarakan terhadapnya. d. Keterangan tersangka, yang dimaksud keterangan tersangka adalah penjelasan dan pengakuan tersangka atas kesaksian yang diberikan oleh para saksi, serta penjelasannya terhadap polisi penyidik. Terkait dengan hal ini, waktu yang digunakan untuk penyidikan sering lebih dari waktu yang ditetapkan oleh Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidsna (KUHAP) karena waktu yang digunakan sangat panjang dan prosesnyanya sangat sulit dengan waktu yang diberikan. Penambahan pengurangan terjadi dalam penyempurnaann ketentuannya, dimana mengenai kelalaian pengambil kebijakan, dan kesalahan sistem administrasi,dijadikan dasar sangkaan terhadap tersangka dengan prinsip yang sama dengan ketentuan sebelumnya adalah azaz praduga tidak bersalah. Bila kita melihat secara konsepsi hukum dimana maksud dan tujuannya untuk mewujutkan rasa keadilan dengan arah kesejahteraan masyarakat,masih perlu di kaji ulang sehingga tidak ada yang dirugikan. 1. Tindak Pidana Korupsi secara khusus tidak diatur dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur secara khusus dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1971, dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 serta di sempurnakan dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana peradilannya masih di proses dalam bentuk peradilan umum yang tergolong tindakan pidana khusus. Kerangka umum penetapan Undang-Undang Nomor.31 Tahun 1999 Tentang Pemerintah bersih dan beribawa,bebas Korupsi,Kolosi,Nepotisme. Adalah suatu amanah reformasi dimana berdasarkan Uandang-undang Nomor.3 Tahun 1971 belum dapat memenuhi standar umum pemberantasan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya maka didempurnakan dengan Undang-undang Nomor:20 Tahun 2001 tentang Peberatasan Tindak Pidana Korupsi. Yang prinsipnya adalah tindakan untuk memperkaya diri pribadi, kelompok orang, organsasi, dan pihak lain sehingga merugikan negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan yang di berikan terhadapnya. Tindakan Pidana Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh perseorangan (individu), orang secara bersama-sama (kelompok) yang terorganisir atau tidak terorganisir. Penyidikan dan penuntutan dlakukan oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi ( KPK) bersama-sama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik umum, termasuk jaksa. Dalam Tindak Pidana Korupsi tidak menuangkan ketentuan waktu untuk penyidikan sehingga secara khusus hanya memperlakukan seperti yang dituagkan dalam Pasal 85,86,87 Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana intinya adalah masa penyidikan untuk polis sebagai penyidik umum adalah selama maksimal.40 hari, dan penambahan penyidakan, 20 hari.setelah selesai maka berkas pemeriksaan harus diserahkan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu yang diberikan kepada Jaksa Penunrut Umum (JPU) bula telah dianggap lengkap penyidikan oleh kepolian maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) wajib membuat surat dakwaan bila penyidikan polisi penyidik dianggap telah lengkap, bila tidak lengkap maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) berhak untuk mengembalikan berkas ke polisi penyidik,selama 14 Hari untuk di ti njau kembali penyidikan, bila selama 3 X berturut hasil kerja polisi penyidik di tolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka kejaksaan Negeri berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) tersangka dinyatakan bebabs. Dalam Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koreupsi selain dari indikakasi-indikasi korupsi juga diatur tentang pembuktian dan alat bukti, saksi ditetapkan sebagai berikut; a. Keterangan lansung saksi melihat dengan mata kepala sendri dan mengetahui perbuatan itu dengan nyata. b. Keterangan para ahli, disini yang dimaksudkan para ahli adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu khusus auditing keuangan yang mempunyai tugas berdasarkan Suerat Keputusan (SK) dari pejabat yang berwenang. c. Dukumen, pengertian dokumnen adalah berkas-berkas yang terkait dengan hal yang diperkarakan terhadapnya. d. Keterangan tersangka, yang dimaksud keterangan tersaangka adalah penjelasan dan pengakuan tersangka atas kesaksian yang diberikan oleh para saksi, serta penjelasannya terhadap polisi penyidik. Terkait dengan hal ini, waktu yang digunakan untuk penyidikan sering lebih dari waktu yang ditetapkan oleh Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidsna (KUHAP) karena waktu yang digunakan sangat panjang dan prosesnyanya sangat sulit dengan waktu yang diberikan. Penambahan pengurangan terjadi dalam penyempurnaann ketentuannya, dimana mengenai kelalaian pengambil kebijakan, dan kesalahan sistem administrasi,dijadikan dasar sangkaan terhadap tersangka dengan prinsip yang sama dengan ketentuan sebelumnya adalah azaz praduga tidak bersalah. Menurut mazhap sosiological yuririspodence,hanya hukum yang bisa menghadapi ujian akal yang terus hidup dan berkembang, dimana konsepsinya hubungan sistem sosial dan kepentingan-kepentingan bagi pihak yang mempunyai kepentingan secara perseorangan, kelompok orang, atau menagtas namakan orang lain untuk suatu kepentingan tertentu. Dalam konsep social Engenering yang di kemukan oleh Rosctow Pound, imbangan antara kepentingan masyarakat digolongkan pada aspek perlindungan kepentingan berupa ; (1) kepentingan memiliki sesuatu (2) kebebasan untuk berdagang (3) kebebasan untuk berusaha sendiri (4) kebebasan untuk mencipta. IV. Pendekatan Masalah Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Konsep ini mempunyai hubungan erat dengan kepentingan politik terutama pada kepentingan memiliki sesuatu atau dan kebebasan untuk mencipta. Dalam teks ini memuncukan paradigma-paradikma yang memungkinkan memunculkan masalah dalam pelaksanaannya dimana menjadi sumber konplik dalam sistem hukum tata negara hal ini dapat kita lihat dari pengaturan pertama masalah Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dengan Undang Undang Nomor. 3 Tahun 1971 yang disempurnakan melalui Undang Undang Nomor.31 Tahun 1999 serta diubah menjadi Undang Undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 1. Sanksi hukum terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi a. Sanksi Hukum Mati Menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait dengan pasal 418 KUHP, 419 KUHP, 420 KUHP, 423 KUHP, 423 KUHP,425 KUHP,435 KUHP berlaku hukum mati. Pendekatan terhadap pelaksanaan hukum mati secara kasat mata terlihat suatu hal yang terang-tarangan melanggar Hak Azazi Manusia (HAM) karena betentangan dengan pasakl 28.A Unadang dasar 1945 mengenai jaminan hak hidup bagi setiap manusia. Selanjutnya pada pasal 28 D ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum dimuka hukum. b. Sanksi Penjara Menurut pasal 2 ayat.2 Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait dengan merugikan negara secara kematerial dikenakan sanksi hukum pejara selama 4 tahun atau paling berat 20 tahun penjara, dikurangi masa penahanan untuk kepentingan penyidikan. c. Sanksi Denda Menurut pasal 2 ayat 3 Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi sanksi denda yang di perlakukan terhadap pelaku tindak pidana kuropsi dikenakan denda Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miyar rupiah) Pembedaan sanksi ditetapkan berdasarkan kepada berat atau ringannya perkara yang disankakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. d. Pengembalian/Ganti rugi Menurut pasal 2 ayat 4 Undang-udang Nomor.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, pengembalian uang negra / ganti rugi atas kerugian negara adalah suatu kewajiban tersangka/terdakwa untuk mengembalikan kepada negara tanpa menghilangkan sifat kepidanaannya, apabila hal ini tidak dilaksanakan maka hal ini akan memberatkan tersangka/terdakwa dalam penuntutan di persidangan terkait dengan putusan hakin. e. Pembuktian Masalah pembuktian dan alat bukti dalam tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Nomor.20 Tahun 2001 adalah : (1) Surat-surat/dokumen (2) perekaman suara (3) dokumen yang tersimpan dalam media elektronik (4) keterangan saksi (5) keterangan terdakwa. f. Upaya hukum Terdakwa dalam tindak pidana korupsi dapat melakukan upaya hukum seperti ketentuan hukum lainya berupa banding, kasasi, dan peninjauan kembali. g. Beban Tangungan Benan tangungan terhadap tindak pidana korupsi bukan saja hanya kepada terdakwa tapi juga pada ahliwaris, terkait dengan masalah denda/ganti rugi kerugian negara atas perbuatan terdakwa bila terdakwa mati setelah divonis oleh hakim melawan hukum. h. Faktor yang meringankan atau yang memberatkan tersangka/terdakwa Seperti juga peradilan umum biasa hal yang akan meringankan setiap tersangka/terdakwa adalah berlaku baik dan sopan dalam sidang, jujur memberikan penjelasan, tidak berbelit-belit, khusus tindak pidana korupsi kesediaan mengembalikan hasil korupsi tersebut kepada negara serta bersedia membayar denda. Ketentuan tidak menghapus sanksi pidananya dan hanya bersifat meringankan sanksi hukumannya, hal ini ditentukan sebagai berikut (1) pembayaran secara tunai (2) angsuran berlaku 2 tahun balk sebagian maupun seluruhnya dengan menetapkan SKTJM – Jumlah kerugian (3) jaminan bagi yang tridak cukup meliput benda bergerak dan benda tidak bergerak (4) Surat kuasa untuk menjal barang jaminan klafikasi untuk umum dan lelang melalui BUPLN. Ketegasan dalam ketentuan penetapan hukum dimuat dalam pasal 1 ayat 2 bahwa tentang perbuatan tidak menepati janji dimana intinya adalah sebagai berikut (1) tidak menepati janji (break of trust) tidak membayar hutang merugikan masyarakat, perbuatan ini tidak dituntut berdasarkan hukum pidana, tetapi dilakukan dengan gugatan perdata (2) Ukuran perbuatan melawan hukum dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana adalah kebijakan pemerintah dipengaruhi berbagai faktor dalam bentuk kerugian besar bagi masyarakat, sebagai pertimbangan terhahadap pelaku adalah hal yang menyangkut dalih pembenar dan terkait dengan dalih pemaaf, namun hal ini tidak menpengaruhi tindak pidana yang dilakukannya. Penentuan perbuatan yang dipandang tindak pidana dianut dalam (1) azaz legalitas (principle of legallity) dimauat dalam pasal 1 ayat 1 Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (2) barang siapa yang melakukan dikenakan sanksi pidana, dan tidak akan dikenakan sanksi pidana apabila tidak melakukan kesalahan (3) Azaz hukum deliktum nula poena sine pravia lege artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ada yang mengatur sebelumnya. Hubungan dengan konsepsi penyelesaian penyelesaian dalam tindak pidana secara umum didasarkan kepada beberapa azaz yakni ; (1) Alasan Pembenar, yaitu alasan yang akan mengapus sifat melawan hukum perbuatannya sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa menjadi perbuatan yang patut (2) Alasan Pemaaf, yaitu alasan yang mengapuskan kesalahan terdakwa, tapi perbuatan yang dilakukan tetap dinyatakan tindak pidana (3) Alasan Pengapus penuntutan yakni suatu alasan yang mempunyai dasar alasan pembenar dan alasan pemaaf. Hal ini dikaitkan dengan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan pemecahan dari tindak pidana yang ditetapkan dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP) telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi , Kolusi, Nepotisme. Pada perubahan pasal 55 Kitap Undang-undang Hukum Pidana ditambah dengan Undang-Undang Nomor:20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat.1 ke-1 unsur-unsur dakwaan majelis hakim terhadap tersangka/terdakwa dsalam pidana korupsi adalah: a. Setiap orang ; Pemaknaan setiap orang menurut ketentuan ini adalah perseorangan yang dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan tuindakan yang menurut hukum adalah suatu perbuatan melawan hukum. b. secara melawan hukum ; Pemahaman secara melawan hukum tindakan yang dilkarang oleh hukum dipandang dari sisi hukum acara (formil) atau melawan ketentuan aturan yang di tetapkan (materil) Pada pasal 44 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menekan bahwa sikap ketidak mampuan betangungjawab tidak dapat dikenakan sanksi pidana, dihubungan dengan teori menetralisir dari konsep J.Vonkies kejadian yang menutut jalan peristiwa dapat mampu memberikan sebab elanjutnya dihubungan dengan konsep indivialisir suatu rangkaian syarat-syarat tidak dapat dihilangkan untuk timbul suatu akibat dikenal dengan (condicio sine qua non) atau (theoryder mist wirk sme bengung) e. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ; Pemaknaan merugikan keuangan negara adalah tindakan yang bentuknya penyalahgunaan/penyimpangan anggaran dan tidak bisa dipertangunjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. f. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi ; Pemaknaan memperkaya diri adalah tindakan yang dilakukan masih dalam bentuk penyalahgunaan anggaran untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu koorporasi. Perseorangan adalah turut serta melakukan ; Pemaknaan dari turut melakukan adalah ikut serta bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum, baik perseorangan, atau koorporasi dalam bentuk secara lansung maupun tidak lansung melalui perlindungan terhadap pelaku/tersangka/terdakwa. Pada pasal 2 Undang-undang nomor.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi berbunyi sebagai berikut; a. Setiap orang yang secara melawan hukum melekukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana paling lama 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) dan denda sedikitnya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) setinggi tingginya Rp. 1.000.000.000.000,- ( satu milyar rupiah) b. Dalam tindak pidana korupsi sebagaimna dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Kalau kita mengacu kepada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1971 pada pasal 2 Undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 bila dilakukan perbandiungan maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni : 1. Pada Undang-undang Nomor. 3 Tahun 1971 Tindak Pidana Korupsi merupakan delik formil 2. Pada Undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 Tindak Tindak Pidana Koeupsi adalah delik materil dan formil. Ketentuan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pudana Korupsi, Kolusi, Nepostisme ( KKN) mempengaruhi terhadap masa depan karier seorang pejabat negara dimana aturan yang terkait dengan ini adalah aturan jabatan yang telah ditentukan secara khusus dimana akibat dari hal tersebut terancam berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil atau berhenti dari jabatan yang di pegang secara tidak terhormat. Pada Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi adalah delik materil dan formil., Pada masa sekarang ini perbuatan korupsi dilihat dari sebelah mata yakni (1) merugikan negara (2) menguntungkan diri sendiri (3) merugikan masyarakat, bertumpa pada pasal 418, 419, 420, 423, 425, 435, Kitap Undang-undan Hukum Pidana (KUHP) Bila kita mengamati secara nyata bahwa hukum hanya tahu menggugat, menuntut, memberi sanksi, tanpa melihat aspek lain yang kalah lebih penting adalah azaz daya guna dan mamfaat yang ditimbulkan. V. Penomena Perubahan Sistem Peradilan Kondisi peneyelenggaraan negara yang sering terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan jabatan telah menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas penyelenggaraan negara, disamping itu juga intervensi kekuasaan kehakiman kedalam lembaga pemerintahan sangat rendah, sejarah orde baru telah menggambarkannya. Dengan perobahan besar terjadi setelah reformasi dan era keterbukaan ini juga mebuat sejarah baru dalam peradapan watak,moral,sistem,aturan yang berlaku dimana terbentuk konplik harizontal dan konlik vertikal serta mempunyai hubungan diagomalistik yakni sebab akibat dan hubungan keduanya dalam satu sistem aturan ketentuan yang tak lama bertahan/semi poermanen dalam sistem. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dalam perkembangan sistem hukum secara umum. Penegakan supermasi hukum berdasarkan kepada nilai-nilai kenaran dan keadilan serta perlindungan Hak Azazi Manusia (HAM) maka hukum berperan dalam interakasi sosial yaitu untuk memberi pedoman dalam kehidupan masyarakat. Dalam penegakan supermasi hukum ditentukan oleh kualitas profesionalisme hakim, jaksa, pengacara, sebagai para penegak hukum. Kita menyadari bahwa tidak sepenuhnya tugas penyelenggaraan negara mengutamakan rakyat, hal ini dipengaruhi oleh demokrasi poltik terbuka, bebas, umum, banyak hal yang di temukan dalam keadaan yang sedemikian rupa diantaranya ; 1. Pembelaan Kepentingan Pribadi atau koorporasi. 2. Pembelaan kepentingan umum untuk tujuan kepentingan koorporasi 3. Pembelaan kepentingan umum untuk kepentingan orang lain secara khusus tujuan politik praktis. Pengaruh hal tersebut diatas menimbulkan tudingan terhadap penyelenggara pemerintahan dengan tuduhan “ Korupsi “ pada dasarnya memang baik dengan tujuan terwujutnya pemerintahan yang baik dan bersih dan beribawa “ Good Govermant” suatu cita-cita dan tujuan yang dingin dicapai dalam reformasi sekarang ini, maka untuk mencapai hal itu di lakukan penyempurnaan Undang-undang Nomor.14 Tahun 1970 diganti dengan Undang-undang Nomor.35 Tahun 1999 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Konsepsi hukum pidana telah membuat garisan “ azaz dasar hukum pidana adalah praduga tidak bersalah “ maksud dari kalimat ini adalah setiap orang tidak bisa dinnyatakan bersalah sebelum ada putusan hakim yang inkrah/mempunyai kepastian hukum tetap “ Peranan peradilan diharapkan dapat mewujutkan cita-cita keadailan dan pelindungan hak azazi manusia secara utuh konsekwen Dengan demikian seharusnya sudah ada aturan acara peradilan Tindak Pidana Korupsi ( TIPIKOR ) sehingga dapat dipahami dan di mengerti aturan yang harus patuhi secara kongkrit, serta penempatan narapidana pelaku korupsi ditempatkan secara terpisah dengan pelaku pidana umum karena perbuatan korupsi tergolong pidana khusus. Daftar Pustaka 1. W.Fredmann, Legal Theory , Colombia University Press, 1960, 2. Lli Rosyadi, Pilsafat Hukum, PT Remaja Rosda KRAYA Jkt 1988, 3. Sudarno, Pengantar Ilmu Hukum ,Rineka Cipta, 1991, 4. Soedarno, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, 1991 5. Moeja Majalan bulanan Peledoi,No.10.Vol.I,2007, aliran sosialical yurisprudensi sebagai teori poendukung midle rance theory 6. Rihie Mukriardi, Azaz Hukum Pidana, Rineka Cipta, 1991, 7. Cv. Umbara, Undang-undang Nomor.31 tahun 1999 dan penjelasananya, Cv.Umbara Bandung, 2001 8. Subekti, Pengantar Hukum Indonesia, Pradyana Paramitah, Pradydna Paramita 1999 9. Majalah pelodoi nomor.10 Volume I 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar