I. A B S T R A K S I
Suatu phenomena PEMBANGUNAN POLITIK adalah kesadaran terhadap pola pemikiran yang berkembang sebagai kotribusi idiologi dengan adanya pergerakan politik global yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita berbangsa bernegara. Dalam pembangunan ini dibutuhkan kekuasaan yang tegas Lukas dan beribawa guna mewujutkan cita-cita berdirinya Negara.
Konsep pembangunan politik mengarah kepada pembangunan nasional dibawah system kekuasaan yang didasarkan kepada Panca Sila dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar hidup berkehidupan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun semenjak Reformasi di gelar menghasilkan bentuk baru yakni teokrasi yang menumpukan demokrasi sebagai dasar / landasan ideal yang isinya adalah kekuasaan tunggal dalam melakukan kepemimpinan dikawal oeh kelompok-kelompok yang dibangun sebagai benteng-benteng pertahanan dalam system birokrasi.
II. PENDEKATAN MASALAH
Konsep bernegara menurut paham Shangyang ” Negara Kuat Rakyat Harus dilemahkan ” bila rakyat lebih kuat dari negara maka negara tak pernah mampu menjalankan kepemerintahannya dengan baik.
Pemikiran Shangyang mengarah kepada Diktator adalah inovasi baru sebuah pemikiran kedepan dengan kombinasi Demokrasi yang pernah di kembangkan Bapak Pembangunan Soeharto selama 32 tahun dengan keberhasilan penggalangan jiwa nasionalisme yang terkontrol terkendali terukur dan terarah berdasarkan nilai-nilai luhur Panca Sila dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar idiologi bangsa melalui Penataran Pedoman Penghayatan Pengamalan Paca Sila (Ekaprasetya Panca Karsa) kita kenal dengan P.4.
Demokrasi itu apa sebenarnya…?
Sebuah kontemplasi dalam pemahaman Demokrasi secara umum adalah “ Kekuasaan Ditangan Rakyat “ hal ini juga akan memunculkan pertanya yakni “ apakah kekuasaan ditangan rakyat itu terlaksana dengan diwakili oleh partai-partai “ sebuah penomena demokrasi yang bisa berubah menjadi teokrasi jadi dimana dan bagaimana demokrasi itu sebenarnya…?
Menurut para ahli agak lebih lama “ W.Fredman “ banyak merampung pendapat para ahli dari masa kemasa dalam bukunya “ Legal Theory “ telah memberikan kontribusi terhadap konsep-konsep hidup bernegara yang digagas oleh beerapa tokoh seperti Han Kalsen murid dari aristoleles intinya adalah “ aturan peraturan yang beraturan dan memiliki kepastian berupa hokum positif “ kalau ini tidak ada maka akan membuat nilai terbalik dari tujuan utama demokrasi yakni “ homo homonilipus “ manusia akan memangsa manusia itu sendiri, jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai dasar hidup manusia dalam berdemokrasi.
Pada Masa Reformasi sekarang ini kita melihat adanya bentuk pola baru dimana rakyat lebih berkuasa daripada pemerintah, hasilnya adalah pemerintah tak mampu melaksanakan kepeminannya secara maksimal sebagaimana yang kita harapkan bersama. Maka yang berkembang adalah teori kepentingan dan pertandingan kemenangan kekuasaan satu ama lainnya saling menumbangkan danmeruntuhkan sehingga stabilitas politikkeamanan tidak terjamin, hasil akhirnya adalah wibawa negara dimata internasional taka sama sekali.
Untuk meningkatkan kemampuan manusia di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Dalam hal ini Soerjono Soekanto, menunjukkan beberapa ciri kuat pada manusia moderen:
a. Bersikap terbuka terhadap pangalaman-pengalaman baru maupun penemuan-penemuan baru;
b. Siap untuk menerima perubahan-perubahan setelah ia menilai kekurangan-kekurangan yang dihadapinya pada saat itu;
c. Kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi disekitarnya;
d. Mempunyai informasi yang lengkap mengenai pendirinya;
e. Berorientasi ke masa kini dan masa mendatang;
f. Potensi-potensi yang ada pada dirinya dan yakin dikembangkan;
g. Manusia yang peka perencanaan;
h. Tidak pasrah pada nasib
i. Percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, di dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia;
j. Manusia moderen manyadari dan menghormati hak-hak, kewajiban-kewajiban serta kehormatan fihak lain.
Keterbatasan kemampuan dalam menempatkan diri dalam peran pihak lain (teposlira); tingkat aspirasi yang rendah; kegairahan yang kurang untuk menguasai masa depan; ketidak mampuan untuk menunda kepuasan suatu kebutuhan; tidak mempunyai daya kreasi dan inovasi.
1. Beberapa ciri manusia inovator sebagai pembawa pembaharuan
Dalam mengatasi berbagai masalah dalam proses pembaharuan seperti dikemukakan Soerjono Soekanto, salah atu pemecahannya dapat dikembalaiakn pada buah fikir (teori) dari Niehoff. Niehoff memberikan ciri-ciri yang diperlukan oleh seorang inovator sebagai pembawa pembaharuan.
Didasarkan atas rencana yang disiapkan, dengan tujuan membawakan suatu idea/konsepsi atau teknik/cara baru kepada golongan ”sasaran”. Perilaku inovator tersebut dinyatakan berhasil akalu idea atau cara baru itu akhirnya diterima atau ”diintegrasikan” terhadap golongan sasaran, biasanya didahului oleh proses akulturasi.
Syarat-syarat atau ciri-ciri pada pihak ”pelaksana” pembaharuan itu menurut Niehoff ialah:
a. Berkomunikasi secara mantap, baik secara formal lewat pertemuan formal dalam grup, maupun secara personal 9berhadapan muka).
b. Melakukan peran (image/gambaran yang diciptakan) berdasarkan kemampuannya dalam bahasa, pengertian budaya, kesanggupan teknis dan keanggautaan dalam masyarakat sedara resmi.
2. Kebutuhan untuk memahami dan sekaligus memberikan preskripsi bagi arah pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga setelah berakhirnya Perang Dunia II telah mendorong munculnya ‘proyek besar’ yang bernama studi pembangunan. Dalam kerangka ini muncul berbagai teori pembangunan, dengan berbagai variasinya, termasuk variasi ideologis yang mendasari teori-teori tersebut. Secara umum, terdapat dua kubu besar teori-teori pembangunan yakni teori-teori modernisasi dan teori-teori ketergantungan. Sementara teori-teori modernisasi menekankan pada konvergensi proses ekonomi, politik dan sosial ke arah modernitas, teori-teori ketergantungan — sebagai antitesis teori modernisasi — menekankan pada aspek keterbelakangan sebagai produk dari pola hubungan ketergantungan. Kedua kubu tersebut mendominasi 'proyek besar' pembangunan hingga akhir tahun 1980-an, ketika studi pembangunan mencapai ‘jalan buntu’. Kedua kubu teoretis tersebut dianggap gagal. Di satu sisi, realitas yang ada di negara-negara dunia ketiga sebagai obyek pembangunan tetap ditandai oleh berbagai indikator keterbelakangan, di sisi lain muncul fenomena negara-negara industri baru sebagai kisah sukses.
Kebuntuan dalam studi pembangunan ini mendorong perkembangan kritik terhadap teori-teori pembangunan yang dominan. Kritik terhadap teori-teori pembangunan ini bukan hanya menekankan pada kritik terhadap strategi-strategi pembangunanyang dominan, tetapi juga terhadap studi pembangunan dan bahkan konsep pembangunan itu sendiri. Dalam artian yang terakhir, teori pembangunan telah bergeser dari teori tentang kebijakan ke arah wacana tentang pembangunan (Apter, 1998).
3. Penilaian Politik Nasional dibawah Kepemimpinan SBY
Partai Demokrat sebetulnya tidak menginginkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlibat penuh mengurus masalah internal partai. Untuk itu, kader Demokrat minta maaf dan dengan berani mengatakan kami bersalah. “Kami mempersalahkan diri sendiri kenapa SBY terlalu dalam mengurus masalah internal partai,” ujar Ketua DPP Demokrat Max Sopacua di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/7).
Menurut saya , sebetulnya persoalan internal partai diselesaikan di DPP. Tapi selama ini, masalah Demokrat pun diurus SBY sehingga banyak presepsi mengatakan SBY meninggalkan tugas kenegaraan. SBY dan BDY adalah Kepala dan wakil pemerintahan sekalipun pemimpin Negara seharusnya dilepaskan dari jabatan poltik dalam lingkungan partai sehingga bebasdari tekanan politik partai yang berkuasa sebut saja Demokrat.
Dari penjelasan tersebut diatas tampak ada indikasi yang tidak benar dari konsep demokrasi yang benar dimana tidak adanya pembilhan dan pembedaan antara kekuasaan Legislatif dan Eksekutif dalam kepemimpinan kenegaraan yang seharusnya ada pemisahan yang jelas lebih jauh mempengaruhi fungsi dan tugas yudhikatif yang mulai tampakkurang professional dan memihak pada kekuatan wibawa pemerintahahn rakyat tetap dalam posisi lemah.
Apa yang terjadi semenjak kepemimpinan SBY…? (1) Pecahnya persatuan dan kesatuan Bangsa (2) banyaknya berdiri partai yang membingunkan rakyat (3) rendahnya kesadaran hidup berbangsa dan bernegara (4) rusaknya system pendidikan dan pembelajaran (5) kaburnya system perpolitikan nasional (6) meningkatnya korupsi dari kader-kader democrat yang mendapat kedudukan dalam sistem ketatanegaraan.(7) kemiskinan semakin naik prosentase nya, pejabat Negara semakin kaya.(8) manjemen politik nasional tidak terarah dan tidak berukuran tidak berwawasan jiwa nasionalisme serta keluar dari konsep kepatrotisme.
4. Gambaran Umum Indonesia Kedepan
Kita ingat dengan kejadian perubahan kepemimpinan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah jatuhnya kekuasaan kepemimpinan Soeharto kondisi nasional Indonesia sangat menakutkan dimana terjadinya konfrontasi local dimana mengubah konsep dasar Negara Kesatuan Reppublik Indonesia secara perlahan tapi pasti akan membentuk Negara-negara bagian seperti yang pernah terjadi semasa kepemimpinan Soekarno itupun dibawah prakarsa USA melalui keterlibatan agen Rahasia Amerika (CIA) kemudian tahun 1966 mulai berpikir untuk kembali kepada UUD 1945 dikenal Dikrit 5 Juli. Kemudian diprakarsai oleh tokoh akademisi Indonesia “ Amin Rais “ dengan menggunakan pemikiran dari “ Rias Rasyid “ yang cikal bakal mempersiapkan Indonesia dalam bentuk demokrasi yang tepat karena beliau berpikir harus ada akselerasi dan penyesuaian pola dan konsep yang sesuai dengan nilai-nilai kehidupan kebudayaan Indonesia tanpa harus mengorbankan keadaan Negara yang tentram dimasa kekuasaan Soeharto dengan menggeser secara perlahan-lahan hingga bis menemukan komposisi yang tepat dan momen pas untuk di betuk pola baru yang tepat untuk Indonesia.
Dengan kondisi yang sedemikian rupa apakh memungkin kita kembali kepada demokrasi terpimpin seperti yang dikembangkan oleh Bapak Pembangunan Soeharto…? Kepemimpinan bangsa yang dilandaskan oleh kekuatan partai melalui pengkaderan-pengkaderan dengan merekrut orang terkenal atau ternama, belum tentu memenuhi standar kemampuan akademisi dalam pengelolaan kenegaraan. Kita dapat membayangkan bagimana kita mampu memipin kepemerintahan sementara ilmu kepemerintahan tersebut tidak kita miliki, sebuah masalah dalam penetapan pengambilan keputusan kedepan akan membahayakan bangsa dan Negara.
Dengan demikian ada korelasi pendapat diatas dengan pendapat Yusuf kala tanggal 25 Agustus 2011 di media Metro TV mantan Wakil presiden Republik Indonesia tahun 2004-2009 yang lalu pernah mengusulkan adanya pandangan baru ketentuan yang mengarah kepada keseatan bagi akademisi dan praktisi kepemerintahahn untuk tampil di pentas politik dengn ketentuan tidak diperhentikan sebagai PNS//PNSD/Polri/TNI hanya beri status cuti diluar tangungan Negara dengan tujuan untuk profesionalisme penelenggaraan Negara yang baik sebagaimana yang diharapkan rakyat Indonesia, namun di tolok mentah-mentah oleh lembaga eksekutif dan legislative dianggap kurang demokratis (Ricky)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar