Gambaran Umum Pembahasan ;
Dalam upaya mewujudkan negara yang maju dan mandiri serta masyarakat adil dan makmur, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan dan sekaligus peluang. Tantangan paling fundamental adalah upaya Indonesia untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta pemerataan pembangunan secara berkesinambungan. Untuk menjawab hal tersebut, diperlukan peningkatan efisiensi ekonomi, produktivitas tenaga kerja, dan kontribusi yang signifikan dari setiap sektor pembangunan.
Pembangunan sarana dan prasarana fasilitas umum tampak di utamakan pembangunan fisik berupa bangunan sehingga lahan pertanian perkebunan dan kehutanan terancam punah oleh kebijakan pemerintah dimasa sekarang.
Terkait dengan keseimbangan dan kesinambungan alam sktor agrobisnis dianggap sebuah pokok tujuan mebnagunan nasional dengan memberdayakan alam menjadi sumber kehidupan dimana mampu menghasilkan produktifitas yang siap memfasilitasi kebutuhan manusia menuju efektifitas program pembangunan nasional dalam era moderenisasi, sebuah antisipasi arus global yang mengarah kepada industry.
Melalui program pembinaan dan pengembangan sector pertanian dalam bentuk agrobisnis akan mampu menopang kebutuhan ektor industry berupa pemenuhan kebutuhan bahan baku yang akan di olah, namun dalam hal ini kita dihadapkan kepada masalah-masalah lahan yang tersedia semakin menipis sehingga kita banyak mengimport bahan baku untuk industry khusus bidang makanan siap saji seperti mie instan degan bahan dasarnya tepung terigu.
Efek Politik serta dampak yang ditimbulkan ;
Indonesia merupakan salah satu negara agraris dan maritim terbesar di dunia. Dengan potensi sumber daya dan daya dukung ekosistem yang sangat besar, Indonesia dapat menghasilkan produk dan jasa pertanian, perkebunan dan perikanan secara meluas (seperti bahan pangan, serat, bahan obat-obatan, dan agrowisata/ekowisata/wisata bahari) yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia.
Sementara itu, pertambahan jumlah penduduk dunia, kenaikan pendapatan dan perubahan preferensi konsumen telah menyebabkan permintaan terhadap produk dan jasa pertanian akan terus meningkat. Oleh karena itu, sektor pertanian, perkebunan dan perikanan mempunyai peranan yang semakin strategis saat ini dan di masa depan, baik secara ekonomis ataupun politis.
Dengan semakin meningkatnya permintaan produk dan jasa di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan secara global, sementara penawaran diperkirakan relatif konstan, maka secara ekonomis produk dan jasa pertanian, perkebunan dan perikanan akan menjadi kompetitif. Dalam hubungan internasional, produk pertanian, perkebunan dan perikanan (khususnya pangan) acapkali keluar dari ujudnya sebagai tradable goods untuk konsumsi, menjadi diplomatic goods untuk tujuan politis.
Food Weapon as apart of trade war sering digunakan oleh negara-negara besar terhadap lawan politiknya seperti embargo AS terhadap Kuba, Iran, Irak, dan Libia. Oleh karena itu, bagi negara berkembang seperti Indonesia, mencukupi kebutuhan sandang dan pangan bagi penduduknya berarti sekaligus memperkuat posisinya dalam percaturan politik internasional.
Dengan perkataan lain, stabilitas politik suatu negara tidak akan mudah tergoyahkan bila kondisi pangan dan sandangnya mapan. Tantangannya bagi sektor pertanian, perkebunan dan perikanan saat ini adalah menyikapi perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas yang tinggi, kuantitas yang besar, ukuran relatif seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaian produk secara tepat waktu.
Dari sisi penawaran yang berkaitan dengan produksi terdapat beberapa faktor yang harus dicermati, terutama masalah penurunan luas lahan produktif, perubahan iklim secara tidak menentu akibat fenomena El-Nino dan pemanasan global, adanya penerapan bioteknologi dalam proses produksi dan pascapanen, dan aspek pemasaran produk.
Untuk menjawab sejumlah tantangan ini, maka diperlukan perubahan mendasar dalam pembangunan pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional secara konseptual maupun operasional. Pada era globalisasi sekarang ini, daya saing tidak sepenuhnya bertumpu kepada upah buruh rendah dan sumber daya alam berlimpah, tetapi lebih ditentukan oleh penguasaan informasi, teknologi, dan keahlian manajerial.
Reformasi kebijakan pembangunan pertanian, perkebunan, dan perikanan termasuk di dalamnya untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penerapan hasil-hasil penelitian (iptek) menjadi suatu kebutuhan mendesak untuk segera dilaksanakan secara sistematis.
Potensi (supply capacity) Indonesia saat ini dengan luas baku sawah 8,23 juta ha dan wilayah teritorial laut seluas 5 juta km2, menunjukkannya menjadi salah satu negara agraris dan maritim terbesar di dunia. Karena itu, semestinya memiliki keunggulan komparatif untuk menjadi negara yang bukan saja dapat berswasembada pangan, tetapi juga dapat menjadi pengekspor utama berbagai produk dan jasa yang berasal dari industri pertanian, perkebunan, dan perikanan termasuk bahan pangan, papan, sandang (serat), obat-obatan, kosmetika, bioenergy, agrowisata/ekowisata/wisata bahari, dan bahan baku untuk berbagai industri hilir.
Dari sisi permintaan, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan peningkatan kualitas hidupnya, maka permintaan terhadap berbagai produk dan jasa tersebut akan berlipat ganda di masa-masa mendatang.
Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan juga dapat menyerap jumlah tenaga kerja paling banyak persatuan usaha dibanding sektor pembangunan lainnya. Sampai saat ini masih sekira 55% dari total tenaga kerja Indonesia berada di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Selain itu, karena sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan memiliki keterkaitan industri hulu dan hilir yang kuat serta beragam, maka sektor-sektor ini pun dapat menciptakan efek pengganda (multiplier effects) yang bisa menjadi tulang punggung dari pembangunan suatu wilayah.
Oleh karena sebagian besar kegiatan sektor pertanian berada di wilayah pedesaan dan pesisir yang dikerjakan oleh rakyat banyak, maka sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan juga dapat membantu mengatasi masalah urbanisasi kurang terdidik/terampil yang selama ini menjadi salah satu permasalahan nasional utama.
Dengan demikian, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sesungguhnya merupakan basis ekonomi kerakyatan yang harus agenda utama pembangunan nasional. Bahkan, di masa krisis ini pun sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan lah yang dapat menolong bangsa Indonesia keluar dari berbagai kesulitan sosial-ekonomi.
Hal ini berdasarkan pada fakta empiris, bahwa tiga permasalahan mendasar pada masa krisis, yaitu kekurangan sembako, menurunnya kesempatan kerja dan berusaha, sehingga banyak tenaga yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menurunnya perolehan devisa. Ketiga permasalahan besar tersebut ternyata dapat ditanggulangi melalui penguatan dan pemberdayaan agribisnis dan agroindustri. Kendati demikian, mengingat potensinya yang sedemikian besar, semestinya sektor pertanian dapat berkinerja lebih dari yang ada sekarang dan dapat berkontribusi secara lebih signifikan bagi pembangunan nasional.
Apabila pembangunan pertanian, perkebunan, dan perikanan dari mulai subsistem produksi, pascapanen (penanganan dan pengolahan hasil), sampai pemasaran dikerjakan secara profesional dan berbasis iptek, maka keunggulan komparatif yang dimiliki oleh ketiga sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan akan menjelma menjadi sebuah keunggulan kompetitif yang merupakan asset utama bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Keunggulan kompetitif ini hanya dapat terwujud jika lingkungan bisnisnya, yang meliputi kebijakan fiskal dan moneter, prasarana dan sarana, sistem hukum dan kelembagaan, dan SDM dan iptek, bersifat kondusif bagi tumbuh-suburnya usaha pertanian, perkebunan, dan perikanan secara efisien, produktif, dan berdaya saing tinggi.
Pola pembangunan pertanian, perkebunan dan perikanan semacam inilah yang diterapkan di negara-negara maju (Kanada, Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, Jepang, Australia, dan Selandia Baru), sehingga sektor-sektor ini menjadi salah satu pilar utama kemajuan, kemakmuran, serta kemandirian mereka.
Perlu kiranya diperhatikan bahwa tidak ada satupun negara maju dengan jumlah penduduk besar yang tidak didukung oleh industri pertanian (dalam arti luas, termasuk di dalamnya perkebunan, perikanan dan kehutanan) yang maju dan tangguh. Bahkan, sekira 45% dari total nilai ekspor AS hingga saat ini masih berasal dari produk dan jasa yang berbasis pada pertanian dalam arti luas tersebut.
Sebaliknya, bekas negara adidaya Uni Soviet mengalami keterpurukan pembangunan dan menjadi negara berkembang disebabkan antara lain oleh karena bangsa ini menomorduakan pembangunan sektor-sektor di atas.
Persoalannya adalah bahwa kinerja sektor pertanian di Indonesia terkesan terus mengalami penurunan ditinjau dari berbagai indikator keragaan (performance indicator). Tingkat pertumbuhan, kontribusi terhadap GDP, pendapatan (daya beli) petani/nelayan, perolehan devisa (nilai ekspor) dari sektor pertanian dan perkebunan misalnya, terus menurun dari tahun ke tahun.
Sementara itu, aliran impor berbagai produk dan komoditas pertanian dan perkebunan pun semakin membanjiri Indonesia seperti impor beras dan gula dengan dalih membantu petani. Berbeda dengan di negara-negara maju seperti diuraikan di atas, citra pertanian dan perkebunan di Indonesia justru seolah-olah simbol dari keterbelakangan.
Berbeda dengan sektor perikanan, produksi perikanan tangkap pada tahun 2000 sebesar 4.112.403 ton meningkat sebesar 2,55% dari tahun 1999 atau terus meningkat selama tahun 1990-2000 sebesar 4,89%. Namun demikian, peningkatan perikanan masih belum memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan nelayan secara umum yang hidup di wilayah pesisir.
Oleh karena itu, para elit politik dan otoritas ekonomi moneter harus lebih memerhatikan pertanian, perkebunan, dan perikanan seperti halnya mengedepankan sektor-sektor manufakturing berbasis non-pertanian (local resources) atau dengan muatan bahan baku impor yang sangat besar, properti, dan jasa perbankan.
Yang lebih meprihatinkan lagi adalah bahwa di tengah-tengah munculnya semacam kesadaran nasional, bahwa jika kita ingin keluar dari krisis ini kita harus kembali ke agribisnis dan agroindustri (back to basic), ternyata masih ada beberapa ekonom yang menyangsikan kesiapan dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan menjadi sektor unggulan dan kesungguhan pemerintah (otoritas keuangan dan ekonomi) dalam mendukung agribisnis dan agroindustri terkesan masih sekadar retorika.
Sinyalemen ini mulai diubah dengan menetapkan kebijakan-kebijakan baru, seperti membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan. Namun di lain pihak melakukan kebijakan-kebijakan di sektor pertanian dan perkebunan yang kurang kondusif bagi kemajuan agribisnis dan agroindustri, seperti impor besar-besaran beras dan gula.
Pembangunan di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan yang diarahkan pada kemandirian bangsa harus memiliki agenda perencanaan yang baik. Di antaranya dengan menerapkan konsep agribisnis dan agroindustri yang holistik dan terpadu, perbaikan lingkungan agribisnis, peningkatan peran kelembagaan, dan pengembangan model pembangunan wilayah.
Penerapan konsep agribisnis dan agroindustri yang holistik dan terpadu, harus dilakukan dalam pembangunan di sektor pertanian secara komprehensif serta terpadu. Secara hakiki, pendekatan ini mengandung arti bahwa sistem produksi, pascapanen (penanganan dan pengolahan), dan pemasaran harus secara produktif dan efisien dapat menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Produk-produk yang baik dalam arti kuantitas maupun kualitas hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pasar, sehingga permasalahan market glut (harga turun drastis pada saat terjadi panen raya atau pada saat sedang musim ikan) yang sampai saat ini masih merupakan dilema klasik sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan dapat dihindari.
Untuk dapat menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi, diperlukan penerapan iptek dan manajemen profesional melalui pendekatan QCD (Quality, Cost, and Delivery) pada keseluruhan mata rantai (sistem) agribisnis, dari mulai aspek produksi, pascapanen, transportasi dan distribusi, sampai ke pemasaran.
Mengingat bahwa kesinambungan pembangunan agribisnis dan agroindustri bergantung pada daya dukung dan kualitas lingkungan, maka pelaksanaannya harus sesuai dengan azas-azas kelestarian lingkungan. Dari sudut daya saing pasar internasional, produksi pertanian, perkebunan, dan perikanan yang dijalankan secara ramah lingkungan juga menjadi sangat penting, karena sekarang dan terlebih di masa mendatang (saat era perdagangan bebas berlaku penuh), setiap produk pertanian harus mengikuti persyaratan lingkungan, seperti ISO 14000, ecolabelling, HACCP, responsible fishery, dan lainnya.
Ada sebagian pengamat berpendapat, bahwa kejayaan agribisnis hanya bersifat sementara, yakni hanya sekira 4 sampai 5 tahun. Hal ini ada benarnya bila pertanian hanya dipersepsikan secara terbatas pada aspek budi daya atau produksi komoditas primer (on-farm activities), seperti produksi padi, coklat, CPO, kopi, karet mentah, udang dan ikan, ternak, dan kayu glondongan. Agar kejayaan agribisnis berkesinambungan, maka sistem pembangunan pertanian harus memerhatikan produktivitas, efisiensi, kualitas, dan nilai tambah.
Oleh karena itu, agribisnis tidak boleh berhenti pada upaya produksi komoditas primer tapi harus jauh ke hilir yang menghasilkan upaya nilai tambah yang berarti menumbuhkan sektor industri manufakturing produk hasil pertanian dan jasa. Hal ini bisa menjamin tingginya tingkat daya saing produk agribisnis dan agroindustri Indonesia sepanjang masa. Pengalaman empiris beberapa negara maju seperti AS, Kanada, Eropa Barat, Australia dan New Zaeland yang kuat dalam agribisnis dan agroindustri dari hulu sampai ke hilir menunjukkan cerita sukses pembangunan nasionalnya karena berbasis pada sumber daya alamnya, sehingga mereka selalu mengatakan from the farm to the kitchen, from the staple to the table. Dari negara maju ini muncul multinational corporation berbasis pertanian yang merajai dunia misalnya Monsanto, Pioneer hybrid, Kellogg, Unilever, General Foods, McDonald, Pizza Hut, dsb.
Langkah Pembangunan Kedepan ;
Apabila Indonesia dalam strategi pembangunan nasionalnya berbasis pada pertanian, perkebunan, dan perikanan yang komprehensif dengan membenahi tidak saja di sektor budi daya, tetapi di hulu untuk industri benih, pupuk, obat-obatan, lahan, air, mekanisasi, sampai ke hilir untuk industri manufakturing produk hasil pertanian, alat pengolahan, penyimpanan, transportasi, distribusi dan konsumsi/gizi. Hal ini akan mengakibatkan booming berkelanjutan. Untuk ini diperlukan strategi bersama dan upaya bersama dari semua sektor dan semua lapisan masyarakat serta pihak pemerintah.
Dalam perbaikan lingkungan agribisnis, lingkungan eksternal atau kebijakan ekonomi makro seyogyanya dibuat agar bersifat kondusif bagi kemajuan agribisnis dan agroindustri. Sistem perbankan yang ada sekarang semestinya diubah menjadi unit bank sistem. Suku bunga untuk usaha agribisnis dan agroindustri seharusnya mengikuti negara-negara lain, seperti Malaysia (9%), Thailand (7%), dan Australia (3%). Nilai tukar (terms of trade) dari produk-produk pertanian harus senantiasa diupayakan menguntungkan bagi para petani, nelayan, peternak, dan pengusaha kecil hutan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam lingkungan agribisnis adalah redistribusi lahan melalui land reform secara adil dan proporsional atau konsolidasi lahan pemilikan yang kecil-kecil menjadi luas hamparan usaha yang memenuhi persyaratan economic of scale dari usaha agribisnis dan agroindustri. Pengembangan serta penerapan sistem hukum dan kelembagaan yang dapat menjamin produktivitas, efisiensi, dan kesinambungan usaha agribisnis dan agroindustri. Misalnya, penerapan undang-undang tata ruang yang mempertahankan lahan pertanian subur atau produktif dari konversi ke peruntukan pembangunan lainnya (real estate, kawasan industri, dan lainnya) seperti yang terjadi pada masa Orba. Oleh karena itu, perlu segera dan secara sistematis dilakukan upaya peningkatan penguasaan dan penerapan iptek pertanian serta peningkatan kualitas SDM pertanian.
Dalam rangka mewujudkan sistem pertanian dengan agribisnis dan agroindustri yang berdaya saing tinggi diperlukan organisasi kelembagaan yang mampu mengemban visi dan misi pembangunan, mampu mengantisipasi tantangan pembangunan, mampu memanfaatkan peluang, dan secara konsisten mampu mendinamisasikan seluruh pelaku pertanian, perkebunan, dan perikanan dalam melaksanakan strategi dan kebijaksanaan pembangunan, serta mampu menjadi dinamisator dan katalisator bagi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Untuk dapat mewujudkan visi dan misi tersebut diperlukan reformasi lembaga yang menangani pertanian. Reformasi yang dilakukan hendaknya berintikan rekonsiliasi lembaga pertanian pada skala nasional pada seluruh tingkat agar mampu menciptakan organisasi yang dapat mengakomodasikan pendekatan fungsi-fungsi pertanian, mandiri dan dinamis, saling terkait antara satu unit dengan unit lain, tidak menimbulkan unit yang menjadi unit superior, mudah untuk membentuk tim ad hoc untuk menyelesaikan masalah-masalah mendesak.
Selain itu, perlu bersikap profesional dan tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik, serta mampu menjadi wadah untuk melahirkan SDM yang profesional sesuai dengan bidang masing-masing.
Menyangkut aspek kelembagaan, perlu ada rekayasa sosial yang menyangkut peran koperasi. Dalam hal ini koperasi yang dapat mengorganisasi diri misalnya collective farming untuk rice estate. Untuk pertanian yang komersial, percepatan pembangunan koperasi agribisnis perlu dilaksanakan sebagai integrasi vertikal dan horisontal pengembangan agribisnis di tanah air.
Langkah lain yang dapat mendukung upaya peningkatan komersialisasi dan nilai tambah pertanian adalah menempatkan orang-orang yang concern pada pertanian di kedutaan-kedutaan besar Indonesia di luar negeri guna menembus lebih luas produk pertanian Indonesia ke pasar internasional.
Pengembangan Model Pembangunan Wilayah, kiranya perlu dilakukan dalam mengakselerasi pembangunan pertanian, perkebunan, dan perikanan melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri seperti dicita-citakan di atas, melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri secara komprehensif dan terpadu ini di setiap provinsi di tanah air. Penerapan model tersebut seperti Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEMP) bagi masyarakat nelayan di wilayah pesisir oleh Departemen Kelautan dan Perikanan yang dilakukan di 120 Kabupaten yang menyebar di seluruh Indonesia (2003).
Strategi yang diajukan dalam pengembangan model pengembangan wilayah berbasis masyarakat adalah sebagai berikut. Identifikasi peluang pasar, penyediaan sarana pascapanen, penyediaan sarana produksi pertanian, pembinaan petani ke dalam kelompok agar tercipta efisiensi produksi, penyediaan bantuan keuangan untuk pembelian sarana produksi dan biaya hidup khususnya bagi buruh tani, dan penyediaan lembaga pemasaran yang tangguh dan terpercaya.
Keenam langkah tersebut hendaknya dilaksanakan secara penuh dengan melibatkan petani, nelayan, dan masyarakat pedesaan secara penuh pula. Jika hal tersebut dilaksanakan, maka akan tercapai pengembangan wilayah berbasis masyarakat secara berkesinambungan. Semoga segala cita-cita dan harapan kita semua dalam memajukan bangsa dan menuju arah kemandirian dapat tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar