Rabu, 09 Januari 2013

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BAIK Perbandingan Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1974 VS Nomor :22 tahun 1999 VS Nomor:32 TAHUN 2004 Tentang Pemerintah Daerah Oleh : E R L I N D A

Dengan mengamati beberapa pelaksanaan tugas dan fungsi pokok Pemerintah yang baik sesuai dengan john de legge 1963 beranggapan bahwa penetapan presiden no : 6 tahun 1959 dalam perkembangan pemerintahan di Indonesia merupakan kemunduruan (retreat from otonomy) karena penyerahan pemerintah umum sebagaimana diatur dalam UU N0.6 tahun 1959 yang seharusnya sudah dilaksanakan sebelum dekrit Presiden 5 juli 1959, dengan in mendagri tanggal 9 September 1959. Dengan demikian urusan pemerintahan umum yang menurut undang-undang terseb diatas diserahkan pada pemerintah daerah sampai sekarang belum tuntas dilaksanakan dan tetapkan oleh Kepala daerah sebagai alat pemerintah pusat sampai diberlakukannya UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan Dekonsentrasi asal 81 UU no.5 Tahun 1974, tegas menyatakan wewenang pemerintah tugas dan kepala pemerintahan umum secara lengkap sebagai berikut: a. Membina ketentraman dan ketertipan wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan ketentraman dan ketertipan yang di tetapkan pemerintah. b. Melakasankan segala usaha dan kegitan pembinaan bidang edologi Negara dn poltik dalam negeri serta pembinaan kesatuan bangsa sesuai dengan kebijakasanaan yang di tetapkan pemerintah. c. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan instansi vertical dan antara antara intansi pertikan dengan dinas-dinas daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. d. Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintah daerah. e. Mengusahakan serta terus meneus agar segala peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah dijalan oleh dijalankan oleh instansi pemerintah daerah serta pejabat yang ditugas untuk itu, serta mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggraan pemerintahan. f. Melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau yang berdasarkan peraturan perundang-undangan kepada nya. g. Melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu lainnya. h. Wewenang tugas tugas kepala wilayah tidak diambil alih kedalam tugas dan kewajiban kepala daerah dalam Undang-undang Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, baik kepala daerah Kabupaten/Kota/gubernur sekalipun wakil pemerintah. Menjadi pertanyaan kepada kita, apakah kepala daerah kabupaten dan kota wewenang kewenangan tugas dan kewajiban dibidang pemerintahan umum, padahal kabupaten dan kota tidak berkedudukan sebagai perangkat dalam rangka kewenangan dekonsentrasi. Gubernur wakil pemerintah mempunya ikewenangan, tugas dan kewajiban dalam pemerintahan umum melalui peraturan pemerintahan nomor: 39 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan Dekonsentrasi yang secara operasional masih proses pemantapan. Artinya kita masih melihat dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 masih mengikat erat hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan batasan – batasan yang ideal dengan pola semi otonomi, untuk mencapai capai tujuan pemerintah pusat kedaerah dalam hubungan secara vertical dan horizontal dengan menghasilkan diagonal sebagai hasil yang maksimal. Berbeda dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang memperbesar ruang lingkup kekuasaan dari otonomi sebatas tingkat prorovinsi kini meluas menjadi otonomi di tingkat Kabupaten dan Kota, sehingga memunculkan raja-raja kecil di daerah, hasil akhirnya adalah arogansi kekuasaan sehingga pemerintah pusat sebagai pemegang tampuk kekuasaan NKRI menjadi lemah. Kita menyadari adanya penyempitan pelimpahan atau penyerahan kekuasaan kewenangan pemerintah daerah hal ini bertujuan untuk eksistensinya fungsi tugas kewajiban pemerintah secara umum sehingga ada intrakasi progrosif program pembangunan terukur dan terarah agar tidak kebablasan dalam penyelenggaraannya. Namun interprestasi politisi menganggap ini kurang seriusnya pemerintah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda) sehingga melahirkan Undang-undang Nomor:32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang semakin membuka seluas-luasnya kekuasaan penuh bagi Pemerintah Daerah yang menghasilkan sikap dan prilaku dalam bentuk “ arogansi “ dan “ Egoistik “ dimana akan melahirkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menurunnya rasa kesatuan dan persatuan Bangsa bernegara, akan menjadi sumber perpecahan nasional. 2. Mengancam pupusnya semangat rasa kebangsaan dan tangungjawab kepada Negara. 3. Kebijakan nasional ada kemungkinan besar tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, sehingga akan mengubah pola pikir nasionalisme menjadi toritorialsme local. 4. Pemerintah Pusat akan kehilangan haknya dalam pembinaan dan pengawasan serta pengendalian dalam penyelenggaraan pada lingkungan pemerintahan daerah. 5. Munculnya permintaan pemekaran-pemekaran kota/kabupaten karena politisi berambisi menjadi pejabat daerah, semakin memakan biaya Negara berdampak kenaikan RAPBN untuk penerapan nada sentralisasi berdasarkan Undang-undang Nomor : 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan daerah dengan Pemerintah pusat. 6. Tersendatnya karier bagi PNSD yang sudah seharusnya memangku jabatan berdasarkan kepangkatan didasarkan pada Undang-ndang Nomor : 43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena ketersediaan posisi jabatan sangat terbatas di daerah PNSD tersebut di tempatkan. Dengan kesimpulan bahwa Undang-undang Nomor:32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah perlu di tinjau kembali, sehingga bisa memenuhi standar umum kelayakan kewenangan dan kekuasaan Pemerintah daerah guna mencapai “ bentuk pemerintahan yang baik “ sebagaimana tugas kemerdekaan Republik Indonesia secara hakiki. (ERLINDA-Hanura-SKW )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar