Sabtu, 15 Desember 2012

PENDEKATAN MASALAH ORIENTASI PENCALONAN ANGGOTA DPR/D DAN KEPALA NEGARA DAN KEPALA DAERAH Oleh : Erlinda (Mhs-STIE-Haji Agussalim Bukittinggi)

A. Pendekatan Masalah Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan berrnegara. Dalam Undang-Undang ini diamanatkan perlunya pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa. B. Pendekatan Masalah Pendidikan PolitikBagi Masyarakat. Sebagamana yang diamanahkan oleh peraturan perundang-ungangan kewajiban partai politik melakukan pendidikan dan pembentukan karakteristik demokrasi yang baik ditengah masyarakat modern serba keterbukaaan saat ini. Selama 32 tahun orde baru membangun benteng kekuatan politik dengan pola demokrasi terpimpin dmana pada saat ini tidak lagi memenuhi standar kebutuhan paham demokrasi secara layak, berdasarkan perkembangan perubahan dunia, selama 32 tahun itu pula pembentukan pendidikan politik mati suri. Pada awal 1998 era keterbukaan didorong oleh semangat luhur generasi muda terutama dari pihak mahassiwa mendobrak dan meruntuhkan benteng kekuatan bangunan demokrasi terpimpin kemudian hidup di era demokrai terbuka seperti sekarang ini malah hasil yang baik seperti yang diharapkan dari reformasi itu tidak membuah hasil yang maksimal sampai saat ini kita harus mengakui bahwa pendidikan berpolitik sejalan berjalan, namun pembentukan yang di kembangkan adalah gaya arogansi kelompok masyarakat (Kaum,Suku,Asal usul) dijadikan alat dan perangkat untuk memenangkan suara guna mendapatkan kesempatan untukmenduduki jabatan di bangku DPR-RI/DPRD baik provinsi/Kabupaten/Kota. Pada sisi lain masyarakat belum bias mementukan pilihannya artinya kualitas pemilih masih kita ragukan dalam menentukan sikap dalih untuk menentukan pilihannya, sehingga penyelenggaraan kepemerintahan terkesan ambu radul kurang terarah karena yang menduduki jabatan itu bukan ahlinya. Seperti kata filsafat kepemimpinan “ The right mean, the right pleace “ artinya tempatkan sesuatu pada tempatnya ditegaskan dalam ayat suci al-qur’an “ bila seseorang di berikan jabatan, atau kekuasaan yang bukan diatas kemampuannya, maka seuatu negeri akan menerima kehancuran kemudian hari “ inilah kejadian yang nayata kita lihat sekarang ini, seperti Peraturan dan perundang-undangan yang dilahirkan negara ditolak oleh masyarakat,pada biaya membuat nya memakan banyak biaya negera, atau kebijakan ekonomi lebih mendahulukan industrialisasi, sehingga Indonesia sebagai negara agraris tercoreng mukanya, karena saat ini mengimpor beras untuk makan anak bangsanya. Pola pendidikan politik yang baik bagi masyarakat dimana kandidat yang akan di tonjolkan harus mempunyai kelayakan uji kopetensi kemampuan akademis, untuk kepentingan apek yang ada dalam masyarakat, sector ekonomi pembangunan, pembangunan bidang produk hukum, tenaga perencanaan pembangunan, serta trobosan pembangunan ekonomi global. Secara umum ilmu ini tidak bisa didapatkan secara alami, harus melalui pendidikan khusus yang harus dilalui, namun masyarakat di berikan pendidikan paham “Kapitalis“ siapa yang ber uang atau berkemampuan ekonomi yang pantas untuk duduk di kursi DPR-RI/DPRD bahkan jadi pejabat eksekutif seperti Presiden,Gubernur,Bupati,Walikota harus orang yang mempunyai uang soal ilmu pengetahuan belakangan, bahkan ada yang mengasumsikan pendidikan untuk seorang pemimpin Negara ini tidak perlu tinggi-tinggi, cukup bermodalkan moral atau berstatus Alim ulama saja sudah bias, intresfrestai/penilaian yang salah di tanamkan oleh oknum – oknum partai-politik Pada dasarnya pemahaman itu salah besar yang harus diperhatikan lebih dahulu adalah latar belakang pendidikan atau keintelektualan , kemapanan kepribadian, kemampuan pergaulan masayarakat, dan tingkat pengetahuan ilmu kepemerintahan, kita dapat bayangkan bagaimana daerah kita di pimpin oleh seorang yang tidak tahu dengan pola ekonomi dan peraturan perundang-undangan serta konsep pembangunan, serta pibadi yang kurang menyenangkan , dia hanya mempu menggunakan orang lain, sementara orang lain itu belum tentu bermoral sehingga akan mendahulukan kepentingannya pribadi, sebagai pejabat Negara dalam cerita ini siapa yang berkuasa..? siapa menguasai dan siapa yang menetukan daerah itu sendiri ..? Maka dengan demikian kami dapat mengungkapkan bahwa sisi kependidikan dan kepengetahuan pengalaman , serta pendidikan moral , dimana akan membentuk wawasan kepemimpinan Negara/daerah/Anggota DPR/D yang baik dan menjadi aspek yang sangat penting dalam karakteristik kepemimpinan harapan dalam masa jabatan. Namun untuk mengakui kekurangan-kekurangan yang fatal tersebut kita bangsa inidonesia belum mampu, saat ini kita baru hanya tahu tentang penuntutan dan penggunaan hak, sementara ukuran pemberdayaan penggunaan hak tersebut kita belum tampak akan hasil yang di pengaruhinya. Ingatlah Maju atau mundurnya dari sebuah bangsa bukan hanya pemimpin terpilih, namun lebih dari itu pemimpin yang lebih baik adalah pemimpin yang mampu memimpin bukan ditentukan bawahannya, untuk bisa menentukan pemimpin itu harus berilmu pengetahuan. C. Harapan Kedepan . Berangkat dari hati nurani yang paling dalam mari kita berpolitik baik berkualitas dengan memberikan pembelajaran politik praktis pada masayarakat dalam mementukan hak pilihnya,seta pihak yang akan maju mencalonkan diri dapat mengukur sendiri kepantasan dan kelayakannya untuk menjadi kandidat yang akan menduduki kursi eksekutif dan kursi legislatif dimana secara nyata menuntut Sumber Daya Manusia yang Berilmu pengetahuan, bermutu, berkualitas, bermoral serta berkepribadian mulia, dan jangan lihat kandidat itu dari sisi kemampuan harta benda. Bila ini masih berlansugng maka kita yang mencalonkan diri telah membohongi masuk katagori pengkianat masyarakat.(Erlinda-Singkawang-Kalbar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar