Jumat, 22 Maret 2013
DILEMA PERKARA PERADILAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PEMERKOSAAN OLEH USIA ANAK-ANAK Oleh : Ricky Idaman.SH.MH
Pemahaman pemerkosaan itu adalah pemaksaan atau atas tekanan tertentu arti tidak tergolong suka sama suka, karena masalahnya adalah perasaan di perkosa itu ada ketika pihak laki-laki tidak mau mempertangungjawabkan perbuatan yang didasarkan kepada suka sama suka itu sendiri,maka tidaklah adil bagi pihak yang disangkakan telah melakukan pemerkosaan. Masalah lainnya adalah sulitnya untuk pembuktian dalam kasus peistiwa pemerkosaan tersebut serta mahalnya biaya guna pemeriksaan medis dalam hal ini tidak semua keluarga yang mampu melakukan upaya pembuktian ini.
Pada satu sisi ada yang paling berbahaya pelaporan pemerkosaan itu dengan tujuan untuk memeras, masalahnya bagi yang takut dengan urusan dengan kepolisian akan berusaha mencari jalan damai dan pihak pelapor akan diuntungkan dari ancaman pelaporan tersebut sebuah model kejahatan dengan memberdayakan ketentuan hukum guna mendapatkan keuntungan secara ekonomi bagi kelurarga yang merasa jadi korban pemerkosaan .
Bila kita perhatikan Pasal 81 dan pasal 82 UU perlindungan anak terhadap kejahatan asusila bagi dibawah umur permasalahan nya “ pembedaan kenakalan dengan kejahatan “ disini kita melihat pada aspek penerapan “ proses perbaikan kenakalan dan proses hukum atas pelaku “ bila tergolong katagori anak-anak maka memunculkan pertanyaan “ katagori yang mana termasuk golongan anak-anak, bila kita kaitkan dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan perbuatan pencabulan serta pemerkosaan ini tergolong perbuatan orang dewasa, maka pemerlakukan proses hukumnya sama dengan proses Hukum Acara sebagaimana dilaksanakan berdasarkan Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHP) hal ini mutlak diperlakukan yang membedakannya hanya tatacara peradilannya dan penempatan penjara , sanksi nya sama terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
Yang lebih penting dalam perkara asusila bagi anak-anak/remaja adalah latar belakang peristiwa, delik aduan yang di terapkan harus memberikan sanksi tegas terhadap pelapor dan yang di laporkan, serta dalam proses penyidikan dilakukan dengan cara pembuktian terbalik dengan mencari latar belakang peristiwa sehingga pihak yang dilaporkan bisa saja dibebaskan jeratan sanksi hukum dan sebaliknya pelapor akan dikenakan sanksi bila tidak ada pembuktian, artinya aspek jera itu berlaku pada dua arah tersebut,ini keadilan.
Hal pembuktian terbalik lah yang lebih penting yang harus didahulukan dibahas secara mendalam untuk di bicarakan dan ditinjau ulang kembali terkait aspek peristiwa hukum pemerkosaan terhadap pelaku tergolong anak-anak/remaja dan memungkin diperlakukan terhadap perbuatan asusila terhadap orang dewasa.
Pemerlakukan kekhususan terhadap anak dalam peradilan sebuah phenomena pembuat penegakan hukum sebagaimana yang dipertanyakan anak dan usia anak-anak serta kata gori pembedaan nya dengan dewasa dalam prospek keadilan dengan memperhatikan factor fisikologis, dan masalah motiv perkara, serta latar belakang peristiwa hukum, dengan mempertimbangkan aspek hukum positif dengan ruang lingkup tujuan arahnya aspek jera.
Bila kita memperhatikan pengaruh aspek jera dalam pemberian saksi dalam konsep hukum sangat penting dimana bagi pelaku akan mempunyai rasa takut dan trouma melakukan perbuatan jahat kembali, namun yang jadi masalah adalah penempatan tahanan, sering terjadi penggabungan penghuninya. Kondisi ini kita harus mengakui juga dan menyadari akan keterbatasan Anggaran Belanja Negara ( APBN ) melengkapi sarana dan prasrana nya maka kita tidak bisa hanya bicara ketentuan hukum namun aspek yang terkait lainnya perlu.
Sungguhpun demikian konsep perlindungan anak terjerat melakukan tindakan perkara pidana umum seperti pelecehan dan pemerkosaan , menuntut pembedaan terhadap katagori anak-anak sebuah usulan-usulan yang berubah menjadi kosumsi publik sehingga menjadi perkara baru dalam penegakan hukum terhadap perlindungan anak yang sangat berlebihan seperti mengadang-gadangkan masalah, sekaligus mengadangkan Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang belum tentu gerakannya membangun, terkadang merusak bangunan yang ada yang telah dibangun dengan baik untuk tujuan tertentu bermamfaat bagi pihak tertentu.
Namun kita harus mengakui bahwa ini perubahan dan belum tentu kemajuan atau peningkatan mutu kualitas hukum itu sendiri yang jelas aspek jera itu perlu bagi pelaku tindak pidana termasuk kepada anak-anak guna membunuh karakter jahat yang ada dalam diri mereka datangnya dari keluarga atau lingkungan atau sarana umum seperti internet tak perlu dipermasalahkan yang jelas siapa yang bersalah wajib di kenakan sanksi hukum, bila ada kekhususan terhadap anak-anak ini membuat ancaman lebih bahaya bagi masyarakat lainnya, karena ini memiliki kemudahan-kemudahan terhadap pelakunya akan mengulangi lagi kejahatannya, tidak selama cara pembinaan anak-anak nakal akan berhasil baik sebagaimana yang kita harapkan , sanksi jera jelas lebih baik untuk sebuah perbaikan dari yang jahat menjadi baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar